TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Michel Aoun mengatakan dia sudah tahu ada timbunan amonium nitrat yang mudah meledak tiga minggu sebelum ledakan di Beirut terjadi.
Michel Aoun diberitahu tentang 2.750 ton amonium nitrat pada tanggal 20 Juli dan dia mengklaim telah memerintahkan para pejabat untuk "melakukan apa yang diperlukan".
Timbunan itu sudah ada sejak 2013 setelah disita dari kapal kargo, tetapi Aoun mengatakan dia tidak memiliki wewenang untuk berurusan langsung dengan pelabuhan dan tidak tahu di mana kargo itu ditempatkan, dikutip dari Sky News, 8 Agustus 2020.
"Tahukah Anda berapa banyak masalah yang telah terakumulasi?" kata Aoun ketika ditanya bukankah seharusnya dia menindaklanjuti perintahnya.
"Ada pangkat yang harus mengetahui tugas mereka, dan mereka semua diinformasikan. Ketika Anda merujuk sebuah dokumen dan berkata 'Lakukan apa yang dibutuhkan' - bukankah itu perintah?" tegas Aoun.
Dokumen menunjukkan pihak berwenang Lebanon di bea cukai, militer, keamanan, dan pengadilan, membunyikan peringatan sebanyak 10 kali dalam tujuh tahun bahwa ada bahan peledak di sana.
Michel Aoun menjabat pada 2016 setelah Lebanon dua tahun tanpa presiden, sementara faksi-faksi politik berselisih.
Namun, Aoun menyalahkan pemerintahan sebelumnya atas ledakan tersebut. "Material tersebut telah ada di sana selama tujuh tahun, sejak 2013. Sudah ada di sana, dan mereka mengatakan itu berbahaya dan saya tidak bertanggung jawab.
"Saya tidak tahu di mana tempatnya. Saya bahkan tidak tahu tingkat bahayanya. Saya tidak punya kewenangan untuk berurusan langsung dengan pelabuhan," ujar Aoun.
Deretan puing kendaraan di lokasi ledakan bom mobil di Beirut, Lebanon, 14 Februari 2005. Serangkaian pemboman dan pembunuhan tokoh melanda Lebanon, kebanyakan terjadi di dalam dan sekitar ibu kota, Beirut sejak 2004 hingga 2018. REUTERS/Mohamed Azakir
Michel Aoun mengatakan pada Jumat mengatakan ada kemungkinan ledakan di Beirut disebabkan pihak luar.
"Penyebabnya belum ditentukan. Ada kemungkinan gangguan eksternal melalui roket atau bom atau tindakan lain," kata Presiden Michel Aoun, dikutip dari Jerusalem Post.
Sementara Amerika Serikat mengatakan tidak mengesampingkan serangan. Israel, yang telah berperang beberapa kali dengan Lebanon, telah membantah terlibat. Presiden Turki Tayyip Erdogan mengatakan penyebabnya tidak jelas, tetapi membandingkan ledakan itu dengan pengeboman tahun 2005 yang menewaskan mantan Perdana Menteri Rafik al-Hariri.
Sayyid Hassan Nasrallah, pemimpin kelompok Syiah Lebanon yang kuat, Hizbullah, membantah menyebabkan ledakan atau menyimpan senjata di dekat gudang amonium nitrat.
Bahan kimia amonium nitrat, yang digunakan untuk bahan peledak dan pupuk, menewaskan sedikitnya 154 orang ketika terbakar pada Selasa, menurut menteri kesehatan Lebanon.
Sejauh ini, setidaknya 16 pegawai pelabuhan telah ditahan dan lainnya diperiksa.
Banyak yang ingin tahu mengapa bahan semacam itu disimpan begitu lama dengan cara yang tidak aman dan begitu dekat dengan daerah padat penduduk.
Perdana Menteri Lebanon Hassan Diab telah meluncurkan penyelidikan, mengatakan dia akan meminta hukuman maksimum bagi mereka yang bertanggung jawab. Namun, banyak warga Lebanon yang marah bukan hanya kepada pegawai pelabuhan.
"Ini adalah kelalaian dari elit penguasa. Sebuah bom atom ada di sana selama bertahun-tahun, dan tidak seorang pun pemimpin atau penguasa melakukan apa-apa," kata seorang pria penduduk Beirut kepada Euronews.
Protes pecah di seluruh Beirut pada Kamis ketika warga menyalahkan elit politik Lebanon yang mereka klaim korup.