TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Prancis Emmanuel Macron berjanji kepada orang-orang Lebanon yang marah di Beirut, bantuan untuk membangun kembali kota itu tidak akan diberikan kepada "tangan-tangan yang korup".
Macron mendesak otoritas politik untuk melakukan reformasi atau berisiko menjerumuskan Lebanon lebih dalam ke dalam krisis.
Dia berbicara selama kunjungan pertama ke Beirut sejak ledakan dahsyat Selasa kemarin, yang menewaskan sedikitnya 150 lebih dan melukai 5.000 orang, dikutip dari Reuters, 7 Agustus 2020.
Ledakan di Beirut mengakibatkan separuh kota hancur.
Setelah mengunjungi pelabuhan di episentrum ledakan, Macron disambut oleh banyak orang di jalan Gemmayze, salah satu area yang paling rusak di kota itu, meneriakkan yel-yel buruknya korupsi menggerogoti Lebanon.
"Saya jamin, bantuan ini tidak akan sampai ke tangan-tangan koruptor," kata Macron, yang mengenakan dasi hitam untuk berduka.
Presiden Prancis Emmanuel Macron mendapatkan pengawalan ketika tiba di lokasi ledakan di pelabuhan Beirut, Lebanon, Kamis, 6 Agustus 2020. Ledakan yang diduga berasal dari 2.750 ton amonium nitrat yang disimpang di sebuah gudang di kawasan tersebut. Thibault Camus Pool via REUTERS
Macron berjanji untuk mengirim lebih banyak bantuan medis dan lainnya ke Lebanon dan kembali ke Lebanon sekitar 1 September, sementara orang-orang di sekitarnya meneriakkan "Revolusi" dan "Rakyat ingin jatuhnya rezim".
"Saya akan berbicara dengan semua kekuatan politik untuk meminta mereka membuat pakta baru. Saya di sini, hari ini, untuk mengusulkan pakta politik baru kepada mereka," katanya sambil berjabat tangan di jalan yang dipenuhi puing-puing dan diapit oleh toko-toko dengan jendela pecah.
"Jika tidak, saya akan mengambil tanggung jawab saya," tambahnya.
Penduduk, pemilik toko, dan sukarelawan telah memimpin upaya pembersihan di jalan kafe dan restoran, tempat ledakan merusak balkon dan menghancurkan fasad toko.
Macron dipuji oleh kerumunan di lingkungan itu, yang sebagian besar merupakan bagian ibu kota Kristen, dengan nyanyian "Vive la France! Bantu kami! Kamu satu-satunya harapan kami!"
Beberapa juga meneriakkan slogan-slogan menentang Presiden Michel Aoun, yang merupakan seorang Kristen Maronit di bawah pengaturan politik Lebanon yang membagi posisi kuat antara komunitas agama.
Para pejabat menyalahkan ledakan besar pada tumpukan besar amonium nitrat, bahan yang sangat eksplosif, yang disimpan selama bertahun-tahun dalam kondisi yang tidak aman di pelabuhan Beirut. Pemerintah memerintahkan beberapa pekerja pelabuhan ditangkap.
Banyak warga Lebanon, yang kehilangan pekerjaan dan menyaksikan tabungan mereka menguap akibat krisis keuangan, mengatakan ledakan itu merupakan gejala pengabaian dan korupsi dalam sistem politik Lebanon.