TEMPO.CO, Beirut - Presiden Prancis, Emmanuel Macron, menjadi pemimpin asing pertama yang mengunjungi Lebanon pasca ledakan di Beirut.
Ledakan pada Selasa, 4 Agustus 2020 itu menewaskan sekitar 145 orang, melukai sekitar 5 ribu orang dan menghancurkan banyak bangunan.
Macron menjanjikan bantuan bagi warga Lebanon dan berupaya menggalang donasi internasional untuk pemulihan pasca ledakan di Beirut ini.
Namun, dia juga mengatakan pemerintah Lebanon harus melakukan reformasi ekonomi dan memberantas praktek korupsi.
“Jika reformasi ini tidak terjadi, Lebanon akan terus menderita,” kata Macron setelah bertemu dengan Presiden Lebanon, Michel Aoun, di Bandara Beirut, pada Kamis, 6 Agustus 2020 seperti dilansir Reuters.
Ledakan hebat itu membuat banyak bangunan dan gedung mengalami rusak ringan hingga berat. Ledakan itu terjadi dari gudang yang menyimpan Amonium Nitrat sebanyak sekitar 2.750 ton, yang disita sejak enam tahun lalu.
Soal pemerintah, salah satu warga Lebanon mengritik terkait ledakan di sana.
“Mereka akan mencoba mengkambing-hitamkan seseorang untuk mengalihkan tanggung jawab,” kata Rabee Azar, 33 tahun yang merupakan seorang pekerja konstruksi.
PM Lebanon, Hassan Diab, telah menyatakan negara berkabung selama tiga hari sejak Kamis kemarin.
Kondisi ekonomi Lebanon saat ini sangat buruk karena sedang terjadi krisis likuiditas di perbankan akibat kredit macet, jatuhnya nilai tukar mata uang, dan mengalami ledakan utang luar negeri.
Menteri Ekonomi, Raoul Nehme, mengatakan Lebanon hanya memiliki sedikit sumber daya untuk mengatasi bencana ledakan itu.
Sebagian analis memprediksi ledakan tadi menimbulkan kerugian materil dan imateril sebanyak sekitar US$15 miliar atau sekitar Rp219 triliun. “Lebanon butuh bantuan asing,” kata Nehme.