TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Belarus Alexander Lukashenko menuduh Pemerintah Rusia berbohong soal insiden tentara bayaran di Minsk. Menurutnya, Rusia memang benar-benar merencanakan serangan menjelang Pilpres Belarus yang akan berlangsung Ahad pekan ini.
"Mereka (Rusia) telah berbohong. Para tentara bayaran yang kami tahan sudah mengakui segalanya. Mereka telah diperintah untuk menyusup ke Belarus dan menunggu perintah selanjutnya," ujar Alexander Lukashenko, dikutip dari kantor berita Reuters, Selasa, 4 Agustus 2020.
Diberitakan pekan lalu, Belarus telah menahan 30 tentara bayaran dari kontraktor militer swasta Rusia, Wagner. Belarus mengklaim ke-30 tentara tersebut adalah bagian dari 200 tentara yang dikirim Rusia untuk melakukan aksi terorisme.
Tak lama setelah penangkapan itu terjadi, Pemerintah Rusia membantah telah mengirim tentara bayaran ke Belarus. Menurut mereka, Belarus telah salah tangkap dan asal main tuduh karena ke-30 tentara tersebut hanya transit di Belarus untuk melanjutkan perjalanan ke negara lain.
Dalam keterangan Rusia, para tentara dari Wagner itu akan menuju ke Amerika Latin. Sementara itu, dari hasil pemeriksaan Belarus yang telah diungkap ke publik, ke-30 tentara bayaran akan pergi ke berbagai negara. Beberapa di antaranya adalah Turki, Kuba, Suriah, dan Venezuela.
Alexander Lukashenko melanjutkan, dirinya tidak akan membiarkan Rusia mencoba mengacaukan pemilu pekan ini. Ia pun menyebut ada banyak negara yang mencoba mengganggu pemerintahannya, namun sesungguhnya boneka dari negara lain.
Apabila Alexander Lukashenko terpilih menjadi presiden lagi pada pemilu tahun ini, maka total ia sudah memimpin selama enam periode. Ia sudah memimpin sejak tahun 1994 dan selalu menolak ketika oposisi mengusulkan pembatasan masa kepemimpinan menjadi dua periode.
Selama ini, negara-negara Barat tidak mengakui pemilu di Belarus sebagai proses politik yang jujur dan adil.
ISTMAN MP | REUTERS