TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Luar Amerika Serikat, Mike Pompeo, mengklaim data pribadi pengguna TikTok Amerika Serikat bisa dikirim ke Partai Komunis Cina yang berisiko pada keamanan nasional.
Dalam wawancara Sunday Morning Futures di Fox News pada 2 Agustus, Pompeo mendukung seruan Presiden Donald Trump untuk memblokir TikTok.
"Perusahaan-perusahaan perangkat lunak Cina ini melakukan bisnis di Amerika Serikat, memberikan data secara langsung kepada Partai Komunis Cina, aparat keamanan nasional mereka," kata Mike Pompeo kepada Fox News, 2 Agustus 2020.
"Bisa jadi pola pengenalan wajah (pengguna), bisa berupa informasi tentang tempat tinggal mereka, nomor telepon mereka, teman-teman mereka, dengan siapa mereka terhubung. Itulah masalah-masalah yang dijelaskan oleh Presiden Trump yang akan kami tangani. Ini adalah masalah keamanan nasional yang sebenarnya," ujar Pompeo.
Pompeo mengatakan bahwa di masa lalu, AS memiliki pendekatan yang santai kepada perusahaan Cina jika perusahaan menghasilkan uang dari mereka atau menikmati produk mereka.
"Presiden Trump telah mengatakan, 'cukup'," kata Mike Pompeo.
Pompeo mengatakan bahwa Trump akan mengambil langkah-langkah dalam beberapa hari mendatang untuk mengatasi "beragam risiko keamanan nasional" yang disebabkan oleh perusahaan perangkat lunak.
Trump mengatakan kepada wartawan di atas Air Force One Jumat malam bahwa ia akan mengeluarkan perintah untuk melarang TikTok di Amerika Serikat pada Sabtu, Reuters melaporkan.
Sabtu malam, Peter Navarro, direktur kantor perdagangan dan kebijakan manufaktur Gedung Putih, mengatakan kepada Fox News bahwa Trump akan mengambil tindakan terhadap TikTok pada Minggu atau Senin.
"Pemerintahan memiliki masalah keamanan nasional yang sangat serius terhadap TikTok. Kami terus mengevaluasi kebijakan masa depan," kata Gedung Putih.
Logo TikTok terlihat di smartphone di depan logo ByteDance yang ditampilkan dalam ilustrasi yang diambil pada 27 November 2019. [REUTERS / Dado Ruvic / Illustration / File Photo]
Sumber Reuters mengatakan Microsoft akan mengakuisisi operasional TikTok di Amerika Serikat dari ByteDance, perusahaan induk TikTok, agar aplikasinya tidak diblokir oleh Trump. Microsoft dan Gedung Putih tidak berkomentar terkait proposal ini.
Ketika ditanya apakah operasi di bawah Microsoft akan menghilangkan risiko spionase Cina, Pompeo hanya mengatakan bahwa pemerintahan Trump "akan memastikan bahwa segala yang telah kami lakukan untuk meminimalisir risiko bagi rakyat Amerika."
Pompeo berseru kepada para pemimpin perusahaan teknologi yang mengklaim bahwa mereka tidak menyadari jika Partai Komunis Cina berusaha mencuri kekayaan intelektual Amerika.
"Saya melihat pernyataan dari CEO senior Amerika dari perusahaan teknologi besar minggu ini, yang mengatakan mereka belum mendengar atau melihat tentang pencurian kekayaan intelektual di Amerika Serikat. Itu pembicaraan yang gila," katanya.
Di Kongres dan di seluruh dunia, bagaimanapun, Pompeo mengatakan bahwa para pemimpin memahami masalah yang dipicu pemerintah Cina.
"Kabar baiknya adalah kita mendapatkan hampir setiap anggota Kongres selaras dengan kebijakan pemerintah tentang Cina," kata Pompeo.
Menurut Reuters, pengguna TikTok di Amerika Serikat saat ini sekitar 100 juta orang dan merupakan aplikasi populer remaha Amerika.
Ketika hubungan antara Amerika Serikat dan Cina memburuk karena perdagangan, otonomi Hong Kong, keamanan siber dan penyebaran virus corona, TikTok telah muncul sebagai titik panas baru dalam perselisihan antara dua ekonomi terbesar di dunia.
ByteDance telah mempertimbangkan berbagai opsi untuk menyelamatkan TikTok di tengah tekanan pemerintahan Trump.
ByteDance telah menerima proposal dari beberapa investornya, termasuk Sequoia dan General Atlantic, untuk mengambil alih kepemilikan mayoritas TikTok kepada mereka, menurut laporan Reuters pada Rabu kemarin. Proposal memberi nilai TikTok sekitar US$ 50 miliar (Rp 730,4 triliun), tetapi beberapa eksekutif ByteDance percaya aplikasi ini bernilai lebih dari itu.
ByteDance mengakuisisi aplikasi video Musical.ly yang berbasis di Shanghai dalam kesepakatan US$ 1 miliar (Rp 14,6 triliun) pada 2017 dan meluncurkannya kembali sebagai TikTok pada tahun berikutnya. ByteDance tidak meminta persetujuan untuk akuisisi dari Komite Investasi Asing di Amerika Serikat (CFIUS), yang mengkaji kesepakatan untuk potensi risiko keamanan nasional.