TEMPO.CO, Hong Kong – Pengelola Universitas Hong Kong memberhentikan aktivis pro-demokrasi veteran, Benny Tai, dari posisinya sebagai associate professor atau profesor rekanan bidang hukum.
Benny Tai menyebut keputusan kampus tempatnya mengajar itu sebagai akhir dari kebebasan akademik di kota yang berada dalam kekuasaan Cina.
Tai merupakan tokoh utama dalam aksi protes “Payung” di Hong Kong pada 2014.
“Ini menandai berakhirnya kebebasan akademik di Hong Kong,” kata Tai lewat unggahan di Facebook seperti dilansir Reuters pada Selasa, 28 Juli 2020.
Tai melanjutkan,”Institusi di akademik di Hong Kong tidak dapat melindungi anggota mereka dari gangguan dalam dan luar.”
Aksi demonstrasi “Payung” ini sempat membuat Hong Kong menjadi lumpuh selama 79 hari saat demonstran menduduki jalan utama Hong Kong menuntut demokrasi yang lebih besar.
Pengadilan menjatuhkan hukuman 16 bulan di penjara pada 2019 atas dua pelanggaran gangguan publik.
Namun, Tai dibebaskan dengan jaminan sambil menunggu putusan atas banding yang diajukannya lewat jalur hukum.
Putusan ini membuat pengelola Universitas Hong Kong mengkaji ulang posisinya.
Keputusan pada Selasa oleh dewan pengelola kampus membalik putusan sebelumnya oleh senat universitas bahwa tidak ada dasar kuat untuk pemberhentiannya.
Tai juga menjadi sasaran Cina pada Juli ini karena perannya membantu mengorganisir pemilu tidak resmi untuk kelompok oposisi pro-demokrasi baru-baru ini. Pemilu tidak resmi ini digelar untuk memilih kandidat yang akan ikut pemilu mengisi dewan legislatif di Hong Kong.