TEMPO.CO, Jakarta - Krisis ekonomi Thailand akibat virus corona telah menimbulkan sentimen anti-pemerintah dengan ribuan massa berunjuk rasa pada akhir pekan kemarin.
Pada Sabtu, 18 Juli 2020, ribuan pendemo Thailand yang kebanyakan muda dan berpakaian hitam berkumpul di Monumen Demokrasi Bangkok sebagai protes terbesar dan tertua di kota itu dalam beberapa tahun terakhir, menurut Channel News Asia. Demonstrasi ini berlangsung hinggal larut malam.
Thailand, sebuah negara monarki konstitusional yang politiknya kacau-balau ditentukan oleh kudeta dan seringkali protes jalanan yang mematikan, sedang menghadapi goncangan ekonomi yang belum pernah terjadi sebelumnya karena pandemi virus corona.
Dengan ekonomi jatuh bebas, warga mulai kecewa terhadap pemerintah diisi oleh mayoritas mantan jenderal tua dan pendukung kerajaan.
Kerumunan mahasiswa menyanyikan lagu-lagu rap berlirik pedas dan melambai-lambaikan plakat mengecam pemerintahan mantan kepala militer Jenderal Prayut Chan-O-Cha, dan menyerukan penghapusan undang-undang pencemaran nama baik kerajaan Thailand.
"Pemerintah tidak peduli dengan kita, jadi kita keluar atau kalah juga," kata seorang mahasiswa berusia 18 tahun bernama Sang.
"Hukum melindungi orang kaya dan meninggalkan orang-orang yang tidak punya apa-apa."
Para pengunjuk rasa mengangkat smartphone mereka dalam gerakan simbolis dengan menyinari Monumen Demokrasi di Bangkok pada Sabtu malam, 18 Juli 2020.[Foto @Ponlapatz/Bangkok Post]
Bangkok Post melaporkan demonstrasi ini diprakarsai oleh Serikat Mahasiswa Thailand dan kelompok Free Youth.
Di bawah panji "Kita Tidak Akan Mentolerir Lagi", unjuk rasa ini diikuti oleh para mahasiswa dari berbagai institusi. Parit Chiwarak, alias Penguin, seorang mahasiswa Universitas Thammasat dan aktivis politik, adalah pemimpin demonstrasi.
Para pengunjuk rasa menyampaikan pidato yang mengkritik kinerja pemerintah, termasuk mencabut dekrit darurat selama pandemi Covid-19.
Kelompok Free Youth menuntut pemerintah segera membubarkan parlemen karena kegagalannya mengelola ekonomi, dan berhenti mengancam orang dengan menegakkan hukum dan menggunakan alasan keamanan untuk membungkam mereka. Kelompok itu juga menuntut agar konstitusi ditulis ulang.
Jika pemerintah tidak menanggapi tuntutan dalam waktu dua minggu, kelompok itu mengatakan akan mengintensifkan gerakan.
Sekitar 1.000 pengunjuk rasa yang datang berjanji untuk berkemah satu malam di Monumen Demokrasi.
Komisaris Biro Kepolisian Metropolitan, Letnan Jenderal Phakkhaphong Phongphetra, menertibkan unjuk rasa dan menyebut aksi itu dilakukan tanpa izin.
Petugas kepolisian metropolitan membacakan pelanggaran terhadap keputusan darurat kepada para pengunjuk rasa.
"Ekspresi pandangan politik yang berbeda diperbolehkan selama mereka tidak melanggar hukum atau hak orang lain," kata wakil juru bicara Polisi Thailand Kolonel Pol Kissana Phathanacharoen.
Wisatawan mengamil gambar di dalam Grand Palace, yang baru dibuka kembali setelah ditutup beberapa bulan di Bangkok, Thailand, 7 Juni 2020. Wisata Grand Palace dan Wat Phra Kaeo (Kuil Buddha Zamrud) di Bangkok, pada 4 Juni lalu. REUTERS/Jorge Silva
Thailand telah dianggap sukses menanggulangi wabah virus corona, yang telah berlangsung lebih dari 40 hari tanpa transmisi Covid-19 lokal. Namun proyeksi ekonomi Thailand adalah yang paling suram di Asia.
Produk domestik bruto diperkirakan berkontraksi 8,1% tahun ini, menurut Bank of Thailand. Proyeksi itu lebih buruk daripada perkiraan resmi untuk salah satu ekonomi utama di Asia, dan akan menjadi penurunan PDB terbesar Thailand, bahkan melampaui kejatuhannya selama krisis keuangan Asia dua dekade lalu.
Keadaan darurat, jam malam, dan penutupan bisnis yang diberlakukan di seluruh negeri untuk melawan virus, telah menghancurkan konsumsi dan investasi swasta yang sudah mengalami tren penurunan moderat tahun lalu. Pembelian diperkirakan akan meningkat ketika lockdown dicabut dan kebijakan stimulus ekonomi pemerintah dikucurkan, tetapi investor bisa lambat untuk kembali mengingat prospek yang suram.
Thailand tidak mencatat kedatangan turis asing selama dua bulan berturut-turut di Mei karena lockdown. Kedatangan wisatawan tahunan diperkirakan akan turun menjadi 8 juta, hanya seperlima dari total tahun lalu.
Meskipun ada rencana untuk membuat gelembung perjalanan dengan negara-negara tertentu, pemerintah terus membuka Thailand secara perlahan dan hati-hati. Upaya meningkatkan pariwisata domestik tidak akan mengimbangi kerugian luar biasa dari industri penting ini, yang tahun lalu menyumbang seperlima dari ekonomi Thailand.
Pada proyeksi pertama, ekspor Thailand tampaknya telah bertahan relatif baik tahun ini, hanya mengalami kontraksi dua dari lima bulan pertama tahun 2020.
Ternyata, distorsi dalam satu komoditas telah membantu meredam pukulan keseluruhan. Naiknya harga emas selama wabah telah menyebabkan investor lokal menjual emas, meningkatkan total ekspor. Di luar emas, total pengiriman telah terpukul keras oleh lemahnya permintaan global dan gangguan rantai pasokan.
Pekan lalu Reuters melaporkan tim ekonomi pemerintah Thailand termasuk menteri keuangan, mengundurkan diri, ketika ekonomi Thailand semakin anjlok ke peringkat terburuk di Asia Tenggara sebagai dampak dari krisis virus corona.
Media Thailand melaporkan bahwa Menteri Keuangan Uttama Savanayana dan penasihat kebijakan ekonomi Wakil Perdana Menteri Somkid Jatusripitak telah mengundurkan diri atau berencana untuk mengundurkan diri dari jabatan mereka.
Uttama mundur dari partai yang berkuasa pekan lalu bersama dengan dua menteri lainnya di tengah rumor reshuffle kabinet yang akan datang, tetapi mereka semua tetap dalam posisi kabinet mereka.
Surat kabar keuangan Than Settakij pertama kali melaporkan pada hari Rabu sore bahwa Somkid dan dua menteri kabinet telah mengajukan pengunduran diri mereka ke Prayuth.
Semua surat kabar Thailand tersebut mengutip sumber anonim.
Sementara Menteri Tenaga Kerja Chatumongol Sonakul mengundurkan diri namun belum mengungkapkan alasan mundur, Channel News Asia melaporkan pada Senin. Ini menjadikannya sebagai menteri Thailand keenam yang mundur dari kabinet Perdana Menteri Prayuth Chan-o-Cha.