TEMPO.CO, Bangkok – Ratusan warga Thailand menggelar demonstrasi pada Sabtu malam, 18 Juli 2020, menuntut pembubaran pemerintah dan parlemen.
Mereka mengabaikan larangan otoritas agar tidak melakukan pertemuan besar terkait pandemi Covid-19.
“Ini merupakan salah satu aksi demonstrasi terbesar sejak kudeta militer 2014 di Thailand,” begitu dilansir Reuters pada Sabtu, 18 Juli 2020.
Demonstrasi yang digerakkan mahasiswa ini berlangsung di dekat Monumen Demokrasi di Bangkok.
Mereka menyuarakan kekecewaan terhadap pemerintahan setahun pimpinan Perdana Menteri, Prayuth Chan-ocha, yang merupakan bekas panglima tentara Thailand.
Prayuth Chan-ocha terlibat penggulingan pemerintahan terpilih secara demokratis pada enam tahun lalu.
Demonstran menuntut tiga hal yaitu pembubaran parlemen, penghentian gangguan aparat terhadap pengritik pemerintah, dan amandemen terhadap Konstitusi.
Konstitusi ini merupakan rancangan badan yang dibentuk junta militer dan dinilai pengritik menjamin kemenangan partai politik pendukung Prayuth pada pemilu 2019 lalu.
“Bagaimana kami bisa ok dengan kondisi demokrasi yang kurang seperti ini,” kata aktivis Tattep Ruangprapaikit kepada massa demonstran.
Oposisi publik terhadap pemerintahan Prayuth terus berkembang belakangan ini. Sejak tahun lalu, pengadilan telah membubarkan partai oposisi terbesar kedua. Ini membuat partai berkuasa bisa menguasai parlemen.
Polisi Thailand tidak berusaha membubarkan demonstrasi. Area monumen ditutup polisi dengan tulisan dilarang masuk karena sedang ada pekerjaan perbaikan.