TEMPO.CO, Jakarta - Yunani mengutuk keputusan Turki yang pada Jumat, 10 Juli 2020, mengubah fungsi Hagia Sophia dari museum kembali menjadi masjid. Yunani menilai keputusan itu tidak akan berdampak pada hubungan Turki – Yunani, tetapi berdampak pada Turki – Uni Eropa.
“Yunani mengutuk sikap paling keras Turki yang mengubah Hagia Sophia menjadi sebuah masjid. Ini adalah sebuah pilihan yang menyerang banyak pihak yang mengakui monumen itu sebagai situs warisan dunia. Tentu saja, ini tidak berdampak pada hubungan Turki – Yunani, namun hubungannya dengan Uni Eropa,” demikian keterangan dari kantor Perdana Menteri Yunani Kyriakos Mitsotakis, seperti dikutip dari middleeastmonitor.com.
Sebuah lukisan Hagia Sophia karya Gaspare Fossati pada 1852[Gaspare Fossati/TRT]
Mantan Menteri Luar Negeri Yunani, Dora Bakoyannis di Twitter menuliskan Presiden Turki Tayyip Erdogan telah menerobos Rubicon dengan keputusannya, yang secara efektif bergerak sendiri (keluar) dari dunia Barat. Sedangkan UNESCO pada Jumat, 10 Juli 2020, mengatakan Komite Situs Warisan Dunia akan mengevaluasi status Hagia Sophia. Keputusan Turki telah menimbulkan pertanyaan soal dampak nilai-nilai universal pada situs penting lintas batas dan generasi.
Presiden Erdogan pada Jumat mengumumkan Hagia Sophia akan kembali berfungsi sebagai masjid setelah sebuah pengadilan di Turki mencabut status gedung itu sebagai museum. Pada 24 Juli 2020, Hagia Sophia bersiap menyelenggarakan salat Jumat berjamaah pertamanya.
Erdogan mengatakan Hagia Sophia akan tetap terbuka bagi umat Muslim, Kristen dan WNA dari mana pun. Akan tetapi, Turki punya kedaulatan untuk mengubah Gedung berusia 1.500 tahun itu menjadi masjid. Kritik atas keputusan ini akan dianggap sebagai sebuah serangan pada kemerdekaan Turki.