TEMPO.CO, Jakarta - Israel merespon tuduhan Iran perihal mereka adalah dalang di balik insiden di situs nuklir Natanz. Dalam keterangan persnya, Menteri Pertahanan Benny Gantz mengatakan bahwa tidak semua insiden harus dituduhkan sebagai ulah Israel.
"Jangan semua insiden yang terjadi di Iran kemudian dikaitkan dengan kami," ujar Gantz sebagaimana dikutip dari kantor berita Reuters, Senin, 6 Juli 2020.
Diberitakan sebelumnya, situs nuklir Natanz mengalami kebakaran beberapa hari lalu. Kebakaran dipicu dari ledakan yang terjadi situs nuklir bawah tanah tersebut.
Dalam penyelidikan Iran, diduga kuat ledakan yang terjadi adalah akibat dari peretasan ke Natanz. Iran kemudian menuduh Amerika dan Israel sebagai dalangnya mengingat kedua negara tersebut memprotes program pengayaan nuklir di negeri pimpinan Hassan Rouhani itu.
Natanz adalah satu dari sekian situs nuklir milik Iran. Oleh organisasi pengawasan nuklir yang disokong PBB, International Atomic Energy Agency, situs tersebut dalam pengawasan dan inspeksi rutin.
Gantz berkata, meretas sebuah situs nuklir tidak segampang yang dikatakan oleh Iran. Dengan kata lain, tidak semua negara bisa dengan mudah tiba-tiba meretas sistem situs. Gantz menduga insiden di Natanz lebih karena kesalahan teknis dan kesalahan perawatan.
"Semua sistem di situs nuklir itu sangat kompleks. Saya tidak tahu bagaimana cara mereka merawat situs nuklir itu," ujar Gantz.
Tiga pejabat Iran, yang enggan disebutkan namanya, mengkonfirmasi bahwa apa yang terjadi di Natanz benar-benar peretasan. Namun, mereka enggan menunjukkan bukti.
Peretasan di Natanz sendiri bukan hal bari. Di tahun 2010, virus Stuxnet digunakan untuk meretas Natanz. Saat itu, Israel dan Amerika juga diyakini sebagai dalangnya.
Terkait program pengayaan nuklir, Iran memutuskan untuk tidak lagi sepenuhnya mengikuti kesepakatan nuklir enam negara yang diteken tahun 2015. Keputusan itu diambil pasca Amerika memutuskan mundur dari kesepakatan pada tahun 2018.
ISTMAN MP | REUTERS