TEMPO.CO, Jakarta - Penyebaran virus corona di Negeri Samba Brazil menyebar lebih cepat dibanding negara lain di dunia, yang berjalan hanya hitungan minggu atau lebih. Angka kematian pasien virus corona di Brazil sudah melampaui Inggris atau terbanyak kedua di dunia setelah Amerika Serikat.
Pada pekan kedua Juni 2020, total ada 739.503 kasus virus corona di Brazil. Sedangkan pasien virus corona yang meninggal sebanyak 38.406 orang.
Kondisi ini membuat pemerintahan Presiden Brazil Jair Bolsonaro mendapat sorotan publik secara luas. Berikut tiga kontroversi yang terjadi di Pemerintahan Bolsonaro selama pandemik virus corona.
1.Sempat meremehkan virus corona
Presiden Bolsonaro mengutuk sikap histeria terhadap pandemik virus corona pada Maret 2020 atau ketika Brazil mengkonfirmasi kematian pertama pasien virus corona. Pemerintah daerah Sao Paulo dan Rio de Janeiro lalu menyatakan darurat nasional.
“Orang-orang bersikap seperti dunia mau kiamat saja,” kata Bolsonaro, seperti dikutip dari deccanchronicle.com.
Bolsonaro mengatakan perekonomian Brazil baik-baik saja, namun beberapa gubernur mengambil langkah-langkah yang bisa mencederai perekonomian. Yang dibutuhkan Brazil saat ini adalah mengurangi kehebohan (virus corona).
- Salam dan swafoto di sebuah pawai
Presiden Bolsonaro dihujani kritik ketika dia bersalaman dan swafoto dengan para pendukungnya di sebuah pawai Maret 2020. Sikap Bolsonaro itu sama dengan mengabaikan rekomendasi WHO, yang juga mengingatkan agar melakukan karantina mandiri setelah melakukan kontak dengan beberapa pejabat di Brazil yang terinfeksi virus corona.
Seorang anggota tim medis Angkatan Bersenjata Brasil memeriksa seorang wanita dari kelompok etnis asli Yanomami, di tengah pandemi wabah virus Corona di kotamadya Alto Alegre, negara bagian dari Roraima, Brazil, 1 Juli 2020. Suku Yanomamo atau Yanomam adalah sekelompok suku asli yang menempati wilayah hutan hujan Amerika Selatan. Mereka tinggal di wilayah hutan hujan Amazon, di antara perbatasan Brasil dan Venezuela. REUTERS/Adriano Machado
- Tuntutan keterbukaan data
Mahkamah Agung Brazil pada Juni 2020 memerintahkan pemerintah agar mengeluarkan data-data. Kritik mengkhawatirkan adanya sebuah upaya menyamarkan jumlah kematian yang sebenarnya akibat virus corona.
Situs aljazeera.com mewartakan putusan Mahkamah Agung itu dijatuhkan setelah tekanan dari seluruh spektrum politik dan tuduhan pemerintah berusaha menutup-nutupi keparahan wabah virus corona di negara itu.
Presiden Bolsonaro yang merupakan sayap kanan dituduh mencoba mengecilkan tingkat keparahan virus corona dengan menganggapnya flu kecil. Dia pun mendesak gubernur-gubernur agar melonggarkan lockdown.
Sebelumnya, Bolsonaro mengatakan WHO telah kehilangan kredibilitas dalam menangani pandemik virus corona dan Brazil bisa saja menarik diri dari lembaga internasional tersebut.