TEMPO.CO, Jakarta - Situs nuklir Iran, Natanz, mengalami kebakaran pada hari Kamis lalu. Hingga sekarang, penyebanya belum diketahui. Walau begitu, Pemerintah Iran menyakini bahwa situs pengayaan nuklir tersebut terbakar akibat serangan siber.
"Merespon serangan siber adalah salah satu kekuatan kami. Jika benar Iran sudah menjadi target serangan siber, kami akan membalas," ujar Kepala Pertahanan Sipil, Gholamreza Jalali, sebagaimana dikutip dari kantor berita Reuters, Sabtu, 4 Juli 2020.
Natanz adalah satu dari sejumlah situs nuklir yang dimiliki Iran. Fungsi dari situs itu sendiri, yang sebagian besar kompleksnya berada di bawah tanah, adalah untuk menunjang program pengayaan nuklir Iran.
Iran, sebagaimana diketahui, sedang berada dalam pengawasan internasional karena memutuskan untuk tetap melanjutkan program pengayaan nuklirnya. Berdasarkan catatan Nuclear Threat Initiative (NTI), program pengayaan nuklir Iran sudah melewai batas yang disepakati bersama dengan Amerika, Prancis, dan Jerman.
International Atomic Energy Agency (IAEA) adalah pihak yang ditugaskan untuk mengawasi program pengayaan nuklir Iran. Natanz, yang terbakar pada Kamis kemarin, adalah salah satu yang diawasi oleh IAEA yang bekerja di bawah PBB.
Jumat kemarin, Iran sempat mengklaim bahwa petunjuk siapa dalang di balik kebakaran di Natanz sudah didapat. Hal itu akan ditelusuri lebih lanjut untuk disampaikan detilnya.
Artikel dari kantor berita Iran, IRNA, menyampaikan bahwa ada kemungkinan serangan ke Natanz dilakukan oleh lawan Iran. Dua nama yang diduga kuat oleh IRNA adalah Israel dan Amerika mengingat hubungan keduanya yang bermasalah dengan Iran.
"Sejauh ini, Iran telah berusaha untuk mencegah kriris serta situasi yang lebih rumit. Namun, sejumlah negara melanggar batas, seperti Zionis (Israel) dan Amerika, yang berarti strategi Iran harus diubah," ujar kantor berita IRNA, dikutip dari Reuters.
ISTMAN MP | REUTERS