TEMPO.CO, Jakarta - Dua orang bunuh diri pada Jumat dan diduga karena kelaparan di tengah krisis Lebanon yang semakin memperburuk ekonomi masyarakat.
Seorang lelaki berusia 61 tahun dilaporkan bunuh diri di lingkungan Hamra, Beirut barat, menurut Middle East Eye, 4 Juli 2020.
Pria berusia 61 tahun itu menembak dirinya sendiri di kepala di depan toko Dunkin Donuts di distrik Hamra yang sibuk, kata saksi mata.
Di dekat tubuhnya ada bendera Lebanon, dan dia memiliki catatan kriminal yang bersih. Di samping tubuhnya ditemukan catatan dalam bahasa Arab yang berbunyi: "Saya bukan bid'ah". Kalimat ini adalah kutipan dari lagu populer yang diikuti kata-kata "tetapi kelaparan adalah bid'ah".
Dikutip dari Reuters, seorang kerabat pria itu, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya, menuduh penguasa negara itu atas kesulitan yang menyebabkan kematiannya.
"Terkutuklah mereka. Orang-orang mati lemas," katanya.
Ketika dia berbicara, petugas penyelamat membawa mayat itu dalam peti mati berwarna putih dan seorang pria membersihkan genangan darah.
Para pengunjuk rasa berkumpul di Hamra pada hari Jumat sore untuk mengecam situasi ekonomi dan politik yang mengerikan yang dianggap telah mendorong pria itu bunuh diri.
# #__ pic.twitter.com/YmGLCFsyFw
— Ahmad El Hajj (@AhmadElHajj007) July 3, 2020
Menurut The Daily Star Lebanon, saksi mata mendengar pria itu berteriak "Lebanon yang bebas dan merdeka" sebelum bunuh diri.
Sementara itu, seorang pria lain meninggal karena bunuh diri di rumahnya di dekat kota selatan Saida, media setempat melaporkan, dikutip dari Middle East Eye.
Pasukan keamanan menemukan tubuh pria itu di rumahnya dan mengetahui bahwa pria itu, seorang sopir van, memiliki masalah ekonomi. Dia meninggalkan seorang istri dan seorang anak perempuan.
Kedua insiden itu terjadi ketika situasi ekonomi negara terus memburuk secara dramatis.
Tahun lalu, Middle East Eye melaporkan seorang lelaki Lebanon yang berjuang untuk membayar utang, bunuh diri saat krisis ekonomi mencengkeram kampung halamannya, Arsal.
Melonjaknya harga dan tidak adanya lapangan pekerjaan telah memicu keputusasaan, dan beberapa kelompok bantuan telah memperingatkan risiko kelaparan massal.
Kesengsaraan ekonomi Lebanon memuncak tahun lalu setelah arus masuk modal surut dan protes pecah menentang para pemimpin sektarian yang berkuasa sejak perang saudara 1975-1990.
"Orang-orang lapar, bangkrut, sengsara," kata Lina Boubes di Hamra, di mana orang-orang meneriaki pemerintah dan bank-bank yang telah membekukan nasabah mengambil tabungan mereka.
"Mereka mengambil impian kita, uang kita, roti kita," katanya. "Dan mereka duduk di istana mereka dan mereka masih menindas kita."
Kabinet baru Lebanon, yang mulai menjabat pada Januari, mengatakan pihaknya melakukan semua yang bisa dilakukan untuk mengatasi krisis.
Mata uang Lebanon telah jatuh bebas sejak September, kehilangan lebih dari 80 persen nilainya. Nilai tukar kurs pada hari Kamis mencapai 9.400 lira Lebanon terhadap dolar AS.
Sementara itu pemadaman listrik terjadi di mana-mana dan semakin sering dalam beberapa hari terakhir. Pemerintah Lebanon memperkirakan bahwa 75 persen dari populasi saat ini membutuhkan bantuan.