TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Cina dan Hong Kong gerak cepat untuk memastikan UU Keamanan Nasional bisa segera diaplikasikan. Selain mulai melarang slogan-slogan terkait kemerdekaan Hong Kong, Kantor Keamanan Nasional pun mulai dibangun.
Dikutip dari Reuters, Cina telah menunjuk pejabat yang akan mengepalai Kantor Keamanan Nasional di Hong Kong. Ia adalah Zheng Yanxiong, Sekjen Partai Komunis Cina di Guangdong di mana berbatasan dengan Hong Kong.
"Li Jiangzhou dan Sun Qingye ditunjuk menjadi deputi dari Zheng," dikutip dari kantor berita Reuters, Jumat, 3 Juli 2020.
Dalam bertugas, Zheng Yanxiong akan berkoordinasi dengan berbagai lembaga pemerintah milik Hong Kong maupun Cina. Beberapa di antaranya adalah dengan Kementerian Luar Negeri Cina, Pasukan Pembebasan Rakyat Cina (PLA) di Hong Kong, serta administrasi Hong Kong yang disebut sebagai Hong Kong Special Administrative Region.
Tugas utama Zhang Yanxiong adalah memastikan UU Keamanan Nasional diberlakukan serta dipatuhi oleh pejabat pemerintah maupun warga Hong Kong. Untuk memastikan tugas itu terwujud, Zhang Yanxiong mendapat wewenang untuk meminta segala bantuan dari administrasi Hong Kong yang berkewajiban mendukungnya. Dengan kata lain, Cina memiliki kendali besar soal penerapan UU Keamanan Nasional Hong Kong.
Apabila tugas utama didetilkan lagi, maka ada empat tugas Kantor Keamanan Nasional yang harus diawasi Zhang Yanxiong. Tugas pertama, Kantor Keamanan Nasional berkewajiban menganalisa segala potensi ancaman terhadap Hong Kong dan memberikan rekomendasi soal penanganannya.
Tugas kedua, Kantor Keamanan Nasional berkewajiban membantu, mensupervisi, dan mengkoordinir Pemerintah Hong Kong untuk menjaga Keamanan Nasional. Selanjutnya, Kantor Keamanan Nasional bertugas mengumpulkan informasi intelijen yang berkaitan dengan keamanan nasional. Adapun tugas terakhir adalah membawa segala ancaman keamanan nasional ke ranah hukum.
Diberitakan sebelumnya, wujud penerapan UU Keamanan Nasional Hong Kong sudah terlihat dari mulai dilarangnya penggunaan slogan "Bebaskan Hong Kong". Menurut Pemerintah Hong Kong, slogan yang selalu dipakai di unjuk rasa anti-pemerintah tersebut berkonotasi buruk.
"Slogan 'Bebaskan Hongkong' berkonotasi memerdekakan Hong Kong dari Cina. Hal itu berarti tidak mengakui status legal dari administrasi Hong Kong atau tidak mengakui pemerintahan," ujar Pemerintah Hong Kong dalam keterangan persnya pada Kamis kemarin, 2 Juli 2020.
Melihat tugas dari Kantor Keamanan Nasional di Hong Kong, aktivis pro-demokrasi ragu UU Keamanan Nasional tidak akan membungkam kebebasan berpendapat. Apa yang akan terjadi, menurut para aktivis, adalah Cina menjadi semakin otoriter di Hong Kong.
"Protes kami di Hong Kong, selama ini, adalah jendela untuk dunia melihat bahwa Cina semakin otoriter terhadap Hong Kong," ujar Nathan Law, mantan anggota Demosisto, organisasi pro-demokrasi di Hong Kong.
ISTMAN MP | REUTERS | GLOBAL TIMES