TEMPO.CO, Hong Kong -- Kelompok pro-demokrasi yang dipimpin aktivis Hong Kong, Joshua Wong, menjadi sasaran pembubaran otoritas setempat pada Selasa, 30 Juni 2020.
Ini terjadi beberapa jam setelah parlemen Cina mengesahkan undang-undang keamanan nasional untuk Hong Kong, yang warganya merasa khawatir akan kebebasannya di tangan otoritas Cina.
Joshua Wong, yang menjadi terkenal selama serangkaian aksi protes pada 2014, telah menggalang dukungan untuk gerakan pro-demokrasi Hong Kong di luar negeri, khususnya di Amerika Serikat.
Ini menimbulkan kemarahan Beijing, yang menuding dia sebagai "tangan hitam" dari kekuatan asing.
Wong mengatakan dia sudah menduga akan menjadi target dari UU baru tadi.
"Jika suara saya menjadi sulit didengar masyarakat sebentar lagi, saya berharap komunitas internasional akan terus berbicara untuk Hong Kong dan meningkatkan upaya konkret untuk mempertahankan sedikit kebebasan terakhir kami yang tersisa," kata Wong di akun Twitter-nya.
Dia juga mengumumkan telah mundur dari grupnya, yang bernama Demosisto. Beberapa saat kemudian, anggota Demosisto Nathan Law dan Agnes Chow juga mengatakan mereka juga mundur.
"Perjuangan orang-orang Hong Kong tidak akan berhenti. Itu hanya akan berlanjut dengan sikap yang lebih kokoh," kata Law dalam unggahan di akun Facebook.
Rincian isi UU keamanan nasional itu belum dipublikasikan. Namun, banyak orang di Hong Kong merasa khawatir UU itu akan digunakan untuk membungkam perbedaan pendapat.
Ini juga mengkhawatirkan pemerintah asing yang prihatin Beijing sedang mengikis tingkat otonomi tinggi yang diberikan kepada kota itu ketika dikembalikan ke pemerintahan Cina pada 1997, yang menopang perannya sebagai salah satu pusat keuangan dunia.
Cina mengatakan undang-undang keamanan nasional hanya akan menargetkan sekelompok kecil pengacau dan orang-orang yang mematuhi undang-undang tidak memiliki alasan untuk khawatir.
ADITYO NUGROHO