TEMPO.CO, Jakarta - Intelijen Amerika Serikat mengatakan imbalan Rusia kepada Taliban untuk membunuh tentara AS atau Inggris di Afganistan telah menyebabkan banyak kematian tentara AS dalam Perang Afganistan.
Sejumlah sumber yang mengetahui informasi ini mengatakan kepada The Washington Post, namun tidak diketahui berapa banyak tentara AS atau Inggris yang tewas akibat imbalan Rusia, dikutip dari CNN, 29 Juni 2020. Informasi intelijen ini, menurut sumber, diperoleh dari interogasi militer.
Sebelumnya dilaporkan bahwa perwira intelijen Rusia untuk lembaga intelijen militer GRU baru-baru ini menawarkan uang kepada militan Taliban di Afganistan jika mereka membunuh tentara AS atau Inggris di sana, menurut seorang pejabat intelijen Eropa.
Pejabat itu mengatakan bahwa sayembara yang ditawarkan Rusia, menurut penilaian mereka, menyebabkan korban pasukan koalisi, yang akan menjadi kematian atau cedera personel. Pejabat itu tidak merinci tanggal, jumlah atau kebangsaan mereka, atau apakah ini korban jiwa atau cedera.
Ada diskusi selama Februari dan Maret di komunitas intelijen AS dan di antara komandan militer tinggi tentang operasi Rusia, kata seorang pejabat AS pada hari Minggu. Ada beberapa upaya untuk melindungi pasukan AS karena intelijen, kata sumber itu.
Adalah The New York Times yang pertama kali melaporkan pada hari Jumat bahwa intelijen AS menyimpulkan bulan lalu bahwa intelijen militer Rusia menawarkan hadiah kepada Taliban. Presiden Donald Trump diberi pengarahan tentang temuan intelijen dan Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih mengadakan pertemuan tentang hal itu pada akhir Maret, menurut New York Times, mengutip pejabat yang diberi pengarahan tentang masalah tersebut.
Trump, bagaimanapun, telah berulang kali membantah menerima pengarahan intelijen bahwa Rusia telah mencoba untuk menyuap milisi Taliban untuk membunuh pasukan AS.
"Intel baru saja melaporkan kepada saya bahwa mereka tidak menemukan info ini kredibel, dan karenanya tidak melaporkannya kepada saya atau @VP," katanya dalam twit Minggu malam.
Namun John L. Ullyot, juru bicara Dewan Keamanan Nasional, mengatakan kepada New York Times pada Minggu malam, "Benar atau tidaknya tuduhan yang mendasari laporan ini terus dievaluasi."
Sebelumnya pada Ahad, Presiden Trump men-twit bahwa tidak banyak serangan pada pasukan AS oleh milisi Taliban sebagai bukti bahwa intelijen yang dilaporkan mungkin "palsu".
Dalam laporan kantor berita Rusia, TASS, pada 29 Juni, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengecam laporan Rusia diduga menawarkan hadiah kepada militan Afganistan untuk membunuh personel militer AS sebagai kebohongan dan tipuan. Menurutnya, topik itu tidak dibahas antara kedua pemimpin.
"Klaim-klaim ini hanyalah kebohongan," kata juru bicara Kremlin, mengomentari publikasi The New York Times. "Sekali lagi, kami hanya dapat menyatakan penyesalan bahwa media dunia yang terbesar, terkemuka, dan berkualitas tinggi semakin sering menerbitkan tipuan rumit dalam beberapa tahun terakhir, yang jelas tidak menjadi pertanda baik untuk menjaga reputasi dan prestise mereka," ujar Peskov.
Peskov meminta orang-orang fokus pada pernyataan relevan Presiden Trump yang sudah menanggapi tuduhan ini. Ketika ditanya apakah Putin dan Trump pernah terlibat percakapakn telepon untuk membahas tuduhan ini, Peskov menjawab, "Tidak."
Kedutaan Besar Rusia di Washington DC pada hari Jumat juga telah mengecam laporan New York Times sebagai tuduhan tidak berdasar, yang telah menyebabkan ancaman pembunuhan terhadap diplomat Rusia di Washington dan London. Taliban juga menolak laporan itu.
Sejauh ini sudah lebih dari 2.400 personel AS yang tewas sejak dimulainya Perang Afganistan pada 2001. Tahun lalu adalah yang paling mematikan dalam lima tahun bagi AS di Afganistan, di mana 23 personel AS tewas dalam operasi sepanjang 2019.