TEMPO.CO, Jakarta - Kematian ayah dan anak dalam tahanan polisi di negara bagian Tamil Nadu, India selatan, telah menyebabkan kemarahan publik setelah keluarga korban menuduh polisi menyiksa dua orang tersebut dalam tahanan karena melanggar lockdown virus corona.
P Jayaraj, 62 tahun, dan putranya J Bennix, 32 tahun, dipenjara oleh polisi Jumat lalu di distrik Thoothukudi karena melanggar aturan lockdown virus corona di negara bagian itu. Polisi menuduh mereka membuka toko ponsel mereka melewati batas jam malam atau lewat pukul 8 malam.
Dikutip dari Al Jazeera, 28 Juni 2020, polisi mengklaim Bennix mengeluh sakit dada dan Jayaraj menderita demam tinggi ketika mereka ditahan di dalam sub-penjara Kovilpatti. Mereka dibawa ke rumah sakit pemerintah Kovilpatti di mana keduanya meninggal dalam beberapa jam satu sama lain, kata polisi.
Tetapi anggota keluarga mengatakan bahwa keduanya disiksa di dalam tahanan. Mereka juga menuduh polisi melakukan kekerasan seksual terhadap para korban.
"Jayaraj dan Bennix disiksa lagi setelah mereka dibawa ke kantor polisi, bahkan ketika beberapa dari kita menyaksikannya dari pintu masuk kantor polisi," kata kerabat itu kepada surat kabar The Hindu.
P Jeyaraj, yang bekerja di toko ponselnya di kota Sathankulam, ditahan pada 19 Juni malam. Dugaan pelanggaran lockdown Jeyaraj bisa dikenakan maksimal tiga bulan penjara jika ia dinyatakan bersalah.
Menurut The Indian Express, Jeyaraj diduga mengkritik tim patroli polisi pada 18 Juni karena memaksa pemilik toko untuk menutup toko lebih awal karena aturan lockdown. Seorang pengemudi mobil telah memberi tahu polisi tentang komentar Jeyaraj dan tim polisi datang keesokan harinya untuk menahannya.
Setelah tim polisi menjebloskan Jeyaraj dalam tahanan, putranya yang bernama J Bennix, 32 tahun, mendatangi kantor polisi.
Di kantor polisi Sathankulam, seorang perwira polisi senior mengatakan Bennix melihat ayahnya disiksa oleh seorang petugas. Bennix yang marah bertanya kepada polisi dan mencoba menghentikannya atau mendorongnya untuk melindungi ayahnya dari siksaan. "Aksi itu telah memprovokasi tim polisi, mereka memukuli ayah dan anak selama berjam-jam. Ada dua sub-inspektur dan dua polisi di tim penyiksaan. Sebanyak 13 petugas ada di kantor polisi selama insiden, termasuk relawan bagian dari Friends of Police," kata petugas itu.
Pada 20 Juni, keluarga Jeyaraj yang menunggu di luar kantor polisi sampai tengah malam dan melihat ayah dan anak pada pagi hari dalam kondisi memprihatinkan. Mereka dibawa ke rumah sakit pemerintah Sathankulam. Celana veyti dan Bennix milik Jeyaraj berlumuran darah. Mereka disuruh mengganti lungi (sarung) berkali-kali di rumah sakit karena pendarahan hebat. Polisi meminta keluarga untuk membawa sarung berwarna gelap.
Setelah tiga jam di rumah sakit, mereka kemudian dibawa ke pengadilan Sathankulam.
Joseph, kakak ipar Jeyaraj yang menyaksikan kejadian itu, mengatakan hakim melambaikan tangannya dari lantai pertama gedung ketika tim polisi berdiri di luar. Keduanya dikirim dalam penahanan ke Penjara Sub Kovilpatti.
Keluarga itu tidak mendengar kabar tentang ayah dan anak itu sampai 22 Juni malam, ketika mereka dipindahkan ke rumah sakit pemerintah terdekat. Karena pendarahan terus-menerus dan luka-luka eksternal dan internal yang parah dari dugaan penyiksaan, Bennix meninggal larut malam pada 22 Juni, dan Jeyaraj meninggal pada dini hari pada 23 Juni.
Bahkan ketika dua berkas perkara telah diajukan, tidak ada petugas yang telah dihukum karena tuduhan pembunuhan. Setelah kemarahan dan protes, empat petugas polisi termasuk dua sub-inspektur telah diskors. Inspektur pos polisi telah dipindahkan. Penyelidikan yudisial sedang berlangsung, sementara laporan post mortem telah diserahkan ke Pengadilan Tinggi Madras dan pengadilan sedang menunggu laporan dari polisi.
Post mortem keduanya belum dirilis tetapi laporan medis awal menunjukkan ada luka pada tubuh korban, menurut laporan media setempat.
"Kaki dan tangan mereka bengkak, dan Bennix mengalami pendarahan di bagian bokong. (Jayaraj) mengalami cedera parah di lututnya. Polisi bahkan meminta lungi (sarung) baru karena yang mereka penuh darah," kata S Rajaram, pengacara dan teman Bennix, mengatakan kepada The Straits Times.
..Seek Justice
— Venesh Vijayan K (@veneshvijayank) June 27, 2020
Rebuke the oppressor ..
(Isaiah 1:17, NKJV)#JusticeForJeyarajAndFenix#JUSTICEFORJAYARAJANDBENNIX pic.twitter.com/2jTgBiTSnU
Pemerintah negara bagian, yang dipimpin oleh All India regional Anna Dravida Munnetra Kazhagam (AIADMK), menjanjikan kompensasi sebesar 2 juta rupee (Rp 377 juta) kepada keluarga para korban.
Pengadilan setempat sedang memantau penyelidikan atas kasus tersebut, yang memicu protes di negara bagian itu dengan partai oposisi utama Dravida Munnetra Kazhagam (DMK) yang menyerukan agar bersalah dihukum.
Tamil Nadu, salah satu negara bagian yang paling parah terkena dampak virus corona di India, terus memberlakukan lockdown untuk mencegah penyebaran virus. 70.000 lebih kasus telah dilaporkan di negara bagian selatan dengan 911 kematian.
Sebagian besar wilayah India telah melonggarkan lockdown meskipun jumlah kasus virus corona mencapai setengah juta.
Please share & tag fwd so non-tamil-speaking people can understand what happened #JusticeforJayarajAndFenix @bhakisundar @ahmedmeeranoffl pic.twitter.com/nZ7klPzpsO
— Suchitra (@suchi_mirchi) June 25, 2020
Tagar #justiceforjayarajandbennix menjadi tren di Twitter. Sebuah unggahan video dari penyiar radio bernama Suchi menyerukan tindakan terhadap polisi karena dugaan penyiksaan. Pengguna Twitter lain juga menyamakan kasus ayah dan anak serupa kasus George Floyd di Amerika Serikat.
Pemimpin partai oposisi utama India mengutuk kebrutalan polisi.
"Kebrutalan polisi adalah kejahatan yang mengerikan. Ini adalah tragedi ketika pelindung kita berubah menjadi penindas. Saya menyampaikan belasungkawa kepada keluarga para korban dan memohon kepada pemerintah untuk memastikan #JusticeForJeyarajAndFenix," twit Congress Party India.