TEMPO.CO, Ayutthaya - Pemerintah Thailand dan Myanmar secara kolektif telah memusnahkan 25 ton narkoba senilai lebih dari US$ 2 miliar atau sekitar Rp29 triliun pada peringatan Hari Internasional Anti-Penyalahgunaan Narkoba dan Perdagangan Gelap, Jumat, 26 Juni 2020.
Aparat hukum kedua negara mengatakan bandar yang semakin terorganisir membuat peredaran narkoba meningkat.
Kepala kontra-narkotika Thailand mengatakan pembatasan perjalanan akibat pandemi virus Corona atau Covid-19 dan pos-pos pemeriksaan di jalan raya membantu mengurangi kegiatan penyelundupan.
Namun Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan (UNODC) mengeklaim perdagangan narkoba naik.
Wisanu Prasarthong-osoth, seorang wakil kepala polisi Thailand, mengatakan hal itu terjadi karena para bandar narkoba semakin kreatif.
Obat-obatan ini pun bisa pembeli pesan secara online. “Dan para dealer pun mengirim mereka," katanya dikutip dari Reuters, Jumat, 26 Juni 2020.
Sama seperti di Thailand, pengedar narkoba di Myanmar semakin terorganisir. Meski produksi opium dan heroin di sana menurun, namun pasokan metamfetamin atau sabu di wilayah utara Myanmar justru meningkat.
"Terus terang, Myanmar telah menjadi tempat transit distribusi narkotika ke Eropa dan Asia," kata Hla Wai, seorang kolonel polisi Myanmar.
Perwakilan regional UNODC Jeremy Douglas, mengatakan penjualan obat secara daring merupakan tren yang mengkhawatirkan. Hal ini diperparah dengan harga metamfetamin yang turun karena kelebihan pasokan.
Thailand, Myanmar, dan Laos dikenal sebagai segitiga emas Asia Tenggara untuk peredaran narkoba. Produksi obat-obatan di sana diduga sudah pada skala industri.
AHMAD FAIZ