TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Luar Negeri (Menlu) RI, Retno Marsudi dalam Pertemuan Terbuka Dewan Keamanan (DK) PBB pada 24 Juni 2020 mengingatkan kembali bahwa masyarakat Palestina sudah terlalu lama mengalami ketidakadilan, pelanggaran HAM dan situasi kemanusiaan yang buruk. Aneksasi Israel merupakan ancaman bagi masa depan bangsa Palestina.
“Pilihan ada di tangan kita, apakah akan berpihak kepada hukum internasional, atau menutup mata dan berpihak di sisi lain yang memperbolehkan tindakan yang bertentangan dengan hukum internasional?," kata Menlu Retno dalam pertemuan yang dilakukan secara virtual mengenai Situasi di Timur Tengah.
Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi, mengikuti Pertemuan Terbuka Dewan Keamanan (DK) PBB yang dilakukan secara virtual mengenai Situasi di Timur Tengah pada 24 Juni 2020. Sumber: dokumen Kementerian Luar Negeri RI
Dikutip dari kemlu.go.id, dalam pertemuan itu Menlu Retno mengutarakan tiga alasan mengapa masyarakat internasional harus menolak rencana aneksasi Israel.
Pertama, rencana aneksasi formal Israel terhadap wilayah Palestina merupakan pelanggaran hukum internasional. Memperbolehkan aneksasi artinya membuat preseden dimana penguasaan wilayah dengan cara aneksasi adalah perbuatan legal dalam hukum internasional.
“Seluruh pihak harus menolak secara tegas di seluruh forum internasional baik melalui pernyataan maupun tindakan nyata bahwa aneksasi adalah ilegal" ujar Menlu Retno.
Kedua, rencana aneksasi formal Israel ini merupakan ujian bagi kredibilitas dan legitimasi Dewan Keamanan PBB di mata dunia internasional. DK PBB harus cepat mengambil langkah cepat yang sejalan dengan Piagam PBB.
“Siapapun yang mengancam terhadap perdamaian dan keamanan internasional harus diminta pertanggungjawabannya dihadapan Dewan Keamanan PBB. Tidak boleh ada standar ganda" sebut Retno.
Ketiga, aneksasi akan merusak seluruh prospek perdamaian. Aneksasi juga akan menciptakan instabilitas di kawasan dan dunia sehingga terdapat urgensi adanya proses perdamaian yang kredibel dimana seluruh pihak berdiri sejajar.
Bersama Tunisia dan Afrika Selatan, Indonesia memprakarsai penyelenggaraan pertemuan DK ini di tingkat Menteri, guna membahas rencana aneksasi Israel. Pertemuan dihadiri Sekretaris Jenderal PBB, Sekretaris Jenderal Liga Arab, UN Special Coordinator for the Middle East Peace Process, Menteri Luar Negeri Palestina, dan Menteri Luar Negeri dari beberapa negara anggota DK PBB.