TEMPO.CO, London – Sejumlah tokoh medis Inggris memperingatkan pemerintah soal kemungkinan terjadinya gelombang kedua Covid-19.
Ini merupakan salah satu peringatan kuat para praktisi kesehatan kepada pemerintahan Perdana Menteri Boris Johnson.
“Inggris merupakan salah satu negara di dunia dengan jumlah kematian tertinggi akibat Covid-19. Namun, jumlah kasus baru telah berkurang,” begitu dilansir Reuters pada Kamis, 25 Juni 2020.
Saat ini, pemerintah Inggris sedang berencana mengurangi sejumlah pembatasan kegiatan sosial dan ekonomi terkait pandemi Corona mulai 4 Juli 2020.
Ini dilakukan untuk membantu ekonomi negara, yang menghadapi penurunan terdalam dalam tiga abad terakhir.
Baca Juga:
“Bukti yang ada mengindikasikan adanya lonjakan kasus baru Covid-19 secara lokal dan kemungkinan terus bertambah dan ini menjadi risiko gelombang kedua Covid-19,” begitu pernyataan sejumlah tokoh medis dalam surat yang dilansir British Medical Journal.
Surat ini ditandatangani oleh 15 tokoh dari organisasi kesehatan profesional dan asosiasi bisnis.
Ini seperti Royal College of Surgeons, Royal College of Physicians, Royal College of Emergency Medicine, dan British Medical Association.
Sejumlah negara Eropa, yang baru saja melakukan relaksasi lockdown, menyaksikan dengan khawatir kemunculan sejumlah kasus baru Covid-19.
Ini seperti yang terjadi di Jerman, yang mengalami paparan Covid-19 di sebuah pabrik pengepakan daging seperti dilansir media DW. Ada seribu pegawai perusahaan yang terbukti terpapar Covid-19.
Kasus ini membuat otoritas setempat menerapkan karantina terhadap sekitar 6.500 pegawai perusahaan daging dan keluarganya. Dua kota kecil juga menjalani lockdown.
Sebaliknya, pemerintahan PM Inggris, Boris Johnson, berencana melonggarkan lockdown dengan membuka kembali pub, restoran, dan hotel mulai 4 Juli 2020.
Dia meminta publik tetap waspada terhadap Covid-19. Namun, dia meyakini tidak akan terjadi gelombang kedua Covid-19, yang akan merepotkan rumah sakit di Inggris.