TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, mengecam keras serangan yang dilakukan oleh milisi pemberontak terhadap pasukan perdamaian PBB dari Indonesia yang bertugas dengan Misi Stabilisasi PBB di Republik Demokratik Kongo atau yang dikenal MONUSCO.
Serangan itu dilakukan oleh Allied Democratic Forces (ADF) di Republik Demokratik Kongo timur pada hari Senin, di dekat kota Beni, ketika patroli MONUSCO diserang.
Seorang anggota Pasukan Perdamaian PBB dari Indonesia bernama Serma Rama Wahyudi tewas dan seorang anggota lainnya terluka.
Dikutip dari UN News, 25 Juni 2020, Kepala MONUSCO dan Perwakilan Khusus PBB, Leila Zerrougui, mengutuk serangan yang diduga dilakukan ADF dalam serangkaian twit, mencatat bahwa pasukan penjaga perdamaian sedang menjaga proyek pembangunan jembatan di daerah Hululu saat diserang.
Leila menekankan pengorbanan "helm biru" yang mempertaruhkan nyawa mereka setiap hari jauh dari rumah, untuk melindungi warga sipil dan mengembalikan stabilitas DRC.
Satuan batalion zeni Indonesia dan Tanzania dari Misi PBB di Republik Demokratik Kongo (MONUSCO) saat memeriksa jembatan di Beni.[TANZBATT 7/Ibrahim Mayambua/UN News]
Kemunculan kelompok ADF berawal di negara tetangga Uganda pada 1990-an sebagai oposisi terhadap Presiden Uganda, Yoweri Museveni, yang kemudian memindahkan basis operasinya melintasi perbatasan ke DRC.
Kelompok itu pernah membunuh 15 tentara PBB di pangkalan mereka di dekat perbatasan Uganda pada Desember 2017, 14 dari Tanzania, dan tujuh dalam serangan pada Desember tahun berikutnya.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres juga menyatakan belasungkawa terdalamnya kepada keluarga Serma Rama Wahyudi, juga kepada Pemerintah Indonesia, dan berharap pemulihan cepat terhadap helm biru yang terluka.
Antonio Gutteres juga mengingatkan bahwa serangan terhadap pasukan penjaga perdamaian PBB merupakan kejahatan perang, dan menyerukan pemerintah Kongo untuk menyelidiki dan dengan cepat membawa mereka yang bertanggung jawab ke pengadilan.