TEMPO.CO, Jakarta - Mantan penasehat keamanan Amerika Serikat, John Bolton menuliskan dalam buku terbarunya tentang Presiden Donald Trump yang meminta Presiden Cina, Xi Jinping membantunya untuk memenangkan kembali pemilihan presiden 2020.
Bolton juga mengungkapkan peristiwa ketika Presiden Xi memberitahu Presiden Trump tahun lalu mengenai Cina membangun kamp konsentrasi untuk tahanan massal Muslim Uighur, dan Presiden Trump merestui pembangunan kamp itu yang dia kira itu sesuatu tindakan benar.
Di satu pertemuan selama KTT G-20 tahun lalu di Osaka, Jepang, Bolton menuliskan tentang Presiden Trump dengan cara yang di luar dugaan mengubah pembicaraan tentang pemilu 2020.
Menurut pejabat top kebijakan luar negeri AS yang dipecat Presiden Trump September lalu, dalam pembicaraan di sela KTT G-20 itu Presiden Trump menekankan pentingnya petani dan meminta pembelian kedelai dan gandum ditingkatkan oleh Cina sebagai hasil dari pemilu nantinya.
Bolton juga menuliskan tentang memo Mike Pompeo tentang Presiden Trump saat mengadakan pertemuan dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un tahun 2018. Kutipan memo itu dimuat di Washington Post.
"Dia penuh omong kosong," tulis Pompeo dalam memonya.
Di bukunya, Bolton juga mengangkat isu ketidaksukaan Presiden Trump terhadap jurnalis. Di satu pertemuan di musim panas 2019 di New Jersey, Presiden Trump mengatakan jurnalis seharusnya dipenjarakan sehingga mereka membocorkan narasumber mereka.
"Orang-orang ini seharusnya dieksekusi. Mereka sampah," Washington Post mengutip isi buku itu.
Presiden Trump kepada Wall Street Journal menuding John Bolton penipu soal buku barunya yang bertajuk The Room Where It Happened: A White House Memoir.
"Dia penipu," kata Presiden Trump.
"Semua orang di Gedung Putih membenci John Bolton," ujar Presiden Trump.
Presiden Trump juga mengatakan Bolton tidak memiliki bukti atas pernyataannya itu.
Buku yang ditulis John Bolton telah semakin menajamkan permusuhan dan perlawanan Gedung Putih dan Bolton.
Permusuhan memanas Selasa kemarin setelah pemerintahan Trump melakukan perlawanan ke pengadilan untuk menghentikan penerbitan buku itu. Gedung Putih beralasan, Bolton melanggar kesepakatan untuk merahasiakan informasi dan beresiko pada keamanan nasional dengan menerbitkan informasi rahasia.
Beberapa pejabat top intelijen dan keamanan nasional AS membuat pernyataan tertulis kepada hakim bahwa buku John Bolton memuat informasi rahasia.
Namun pengacara John Bolton, Charles Cooper menuding Gedung Putih berniat menghalangi penerbitan buku ini semata-mata alasan politik.
Penerbit buku, Simon & Schuster mengatakan, ratusan ribu buku yang ditulis John Bolton telah diedarkan.