TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Donald Trump akhirnya menyetujui reformasi Kepolisian Amerika. Hal tersebut menyusul dua kasus kematian warga kulit hitam akibat aksi polisi, George Floyd dan Rayshard Brooks. Adapun persetujuan Trump berwujud perintah eksekutif.
"Saya menyampaikan rasa duka terhadap keluarga korban kekerasan oleh Kepolisian Amerika. Saya berjanji akan memberikan keadilan, memastikan mereka tidak meninggal sia-sia," ujar Trump sebagaimana dikutip dari kantor berita Reuters, Rabu, 17 Juni 2020.
Sebagaimana diketahui, beberapa pekan terakhir, kasus kekerasan Kepolisian di Amerika menjadi sorotan. Hal itu dipicu kasus meninggalnya George Floyd dan Rayshard Brooks, korban kesekian dari kekerasan oleh Kepolisian.
George Floyd adalah warga kulit hitam asal Minneapolis, Minnesota yang meninggal setelah lehernya ditindih oleh Kepolisian setempat. Sementara itu, Rayshard Brooks adalah warga kulit hitam asal Atlanta yang tewas ditembak Kepolisian setempat karena mencoba kabur dan diduga hendak menyerang polisi dengan pistol kejut.
Kematian keduanya memicu berbagai gerakan, terutama Black Lives Matter dan Defund The Police. Berbagai negara bagian sudah menyetujui reformasi Kepolisian, namun segan untuk memangkas anggaran. Trump memberikan sikap yang sama ketika meneken perintah eksekutif reformasi Kepolisian.
"Warga Amerika menginginkan hukum dan ketertiban. Mereka tahu bahwa tanpa Kepolisian, maka akan terjadi kekacauan. Tanpa hukum, maka akan tercipta anarkai. Tanpa keamanan, maka akan tercipta malapetaka," ujar Trump menegaskan.
Perintah eksekutif yang diteken Trump menggarisbawahi berbagai hal. Beberapa di antaranya adalah perubahan aturan penggunaan kekerasan, transparansi rekam jejak polisi, serta keterlibatan pekerja sosial untuk kasus-kasus sosial.
Salah satu contohnya, pencekikan akan dilarang kecuali polisi dalam keadaan bahaya. Selain itu, polisi diimbau untuk menggunakan pistol kejut dibandingkan senjata api saat menghadapi perlawanan.
Menanggapi langkah Trump, kandidat Presiden Amerika dari Partai Demokrat, Joe Biden, menyebut keputusan itu tidak cukup. Hal senada disampaikan oleh NGO Justice Action Network yang merasa perintah Trump kurang mendalam.
"Saya skeptis soal seberapa jauh perintahnya akan dijalankan," ujar juru bicara Justice Action Network, Inimai Chettiar.
ISTMAN MP | REUTERS