TEMPO.CO, Paris – Ribuan peserta demonstrasi memprotes rasisme berkumpul di tengah Kota Paris, Prancis, terkait tewasnya pria kulit hitam George Floyd.
Floyd tewas setelah seorang polisi kulit putih di Amerika Serikat menindih lehernya dengan dengkul selama sekitar sembilan menit di Kota Minneapolis pada 25 Mei 2020.
Isu rasisme ini bergaung di Prancis terutama di pinggiran kota.
Kelompok advokasi HAM mengatakan sejumlah tuduhan tindakan brutal polisi Prancis terhadap warga dengan latar belakang imigran kerap terjadi dan tidak diproses.
“Saya harap saya tidak terbunuh karena berkulit hitam hari ini,” begitu bunyi salah satu spanduk yang dibawa oleh salah satu peserta demonstrasi di Place de la Republique, Paris, seperti dilansir Reuters pada Sabtu, 13 Juni 2020.
Baca Juga:
Salah satu spanduk lainnya berbunyi pesan kepada pemerintah,”Jika Anda menyemai ketidak-adilan, Anda memanen pemberontakan.”
Sejumlah besar politi anti-huru hara terlihat berjaga di jalan sekitar lokasi demonstrasi di kejauhan.
Salah satu peserta demonstrasi adalah Assa Traore, yang merupakan saudara dari Adama Traore, 24 tahun, yang tewas setelah ditahan polisi.
“Kematian George Floyd memiliki gaung besar terkait tewasnya adik kecil saya di Prancis,” kata Assa Traore.
“Apa yang terjadi di Amerika Serikat juga sedang terjadi di Prancis. Saudara-saudara kita meninggal,” kata Traore kepada massa.
Keluarga Traore mengatakan Adama meninggal karena kehabisan napas.
Ini terjadi setelah tiga polisi menangkap dan menahannya ke bawah sambil menggunakan berat tubuh mereka.
Namun, otoritas mengatakan penyebab tewasnya Adama Traore tidak jelas.
“Menteri Dalam Negeri Prancis, Christophe Castaner pada awal pekan ini mengatakan ada kecurigaan yang terbukti bahwa ada sikap rasisme di dalam tubuh penegak hukum Prancis,” begitu dilansir Reuters.
Penyataan Castaner ini mendapat kecaman dari serikat polisi. Serikat polisi mengatakan petugas disalahkan atas masalah sosial di Prancis yang telah mengakar.