TEMPO.CO, Jakarta - Misi dukungan PBB untuk Libya atau UNSMIL mengungkap laporan mengerikan temuan setidaknya delapan kuburan massal yang ditemukan akhir pekan lalu di sebuah area yang direbut dari kelompok bersenjata pimpinan Haftar. Sebagian besar kuburan-kuburan massal itu ditemukan di daerah Tarhuna.
Situs aljazeera.com mewartakan kelompok pimpinan Haftar masih kuat bercokol di Libya. Kota itu telah digunakan oleh pasukan Haftar untuk melancarkan serangan selama hampir 14 bulan untuk merebut Ibu Kota Tripoli dari kubu Government of National Accord (GNA).
“UNSMIL mencatat setidaknya ada 8 kuburan massal yang ditemukan dalam beberapa hari terakhir, mayoritas di daerah Tarhuna. Hukum internasional mewajibkan pihak berwenang agar melakukan investigasi yang cepat, efektif dan transparan untuk semua kasus kematian yang melanggar hukum ini,” demikian pernyataan UNSMIL di Twitter.
Pasukan Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) dukungan PBB tampak mengenakan masker dalam genjatan senjata melawan Tentara Nasional Libya di garis depan Ain-Zara di Tripoli, Libya, 25 Maret 2020. Menurut laporan, pasien Corona pertama tersebut adalah seorang lelaki berusia 73 tahun yang baru pulang dari Tunisia pada 5 Maret lalu. Xinhua/Amru Salahuddien
GNA merebut Kota Tarhuna pada 5 Juni lalu dari kelompok pimpinan Haftar. Semenjak itu, ditemukan ribuan jasad dalam beberapa kuburan massal.
GNA sangat yakin mayat-mayat dalam kuburan massal itu adalah tentara Libya pro-pemerintah yang dipenjara oleh kelompok pimpinan Haftar. GNA juga yakin ada warga sipil yang dikubur dalam kuburan massal tersebut.
“Kuburan massal ini adalah indikasi kebrutalan konflik Libya dan korban jiwa penduduk di area Tarhuna,” demikian keterangan GNA.
UNSMIL menyerukan kepada seluruh anggota komite untuk mengambil tindakan yang ditujukan untuk mengamankan kuburan-kuburan massal ini, mengidentifikasi para korban, mencari sebab kematian dan mengembalikan jasad kepada keluarga terdekat.
Sebelumnya pada Maret 2020, UNSMIL menerima laporan ratusan orang hilang, kasus pembunuhan, penyiksaan dan kehilangan tempat tinggal keluarga-keluarga di Tarhuma. Di antara korban adalah individu, PNS, militan dan aktivis. Toby Cadman, Pengacara HAM internasional mengatakan pihaknya menerima laporan beberapa jenazah ada yang dalam kondisi tangan diikat ke belakang. Temuan kuburan massal ini benar-benar menjadi bukti kejahatan perang.