TEMPO.CO, Jakarta - Perdana Menteri Palestina, Mohammad Shtayyeh, mengatakan Otoritas Palestina (PA) akan mendeklarasikan diri sebagai negara merdeka sesuai garis batas 1967 jika Israel menganeksasi Tepi Barat.
Berbicara pada konferensi pers di Ramallah pada hari Selasa, Shtayyeh mengatakan bahwa jika Israel bergerak maju dengan aneksasi, yang ia sebut sebagai ancaman eksistensial bagi Palestina, maka aneksasi akan menjadi pelanggaran serius perjanjian dengan Otoritas Palestina.
Juga pada hari Selasa, dilaporkan bahwa Otoritas Palestina sedang mempertimbangkan pemotongan anggaran untuk sektor publik dan meminimalkan layanan sipil atas kemungkinan aneksasi, menurut seorang pejabat Palestina, dikutip dari Ynet News, 9 Juni 2020.
"Kami bukan nihilis atau bodoh, dan kami tidak ingin kekacauan," kata Hussein al-Sheikh, pembantu senior Presiden Palestina Mahmoud Abbas yang memimpin hubungan dengan Israel, mengatakan kepada New York Times.
"Kami pragmatis," katanya. "Kami tidak ingin hal-hal mencapai titik tanpa timbal balik. Aneksasi berarti tidak ada pengembalian dalam hubungan dengan Israel."
Komentar Shtayyeh menggemakan pernyataan yang ia buat Senin malam di TV Palestina, ketika ia berjanji untuk memajukan semua yang terkait dengan masalah transisi Otoritas secara politik dan legal menjadi sebuah negara, jika Israel terus bergerak maju dengan rencana aneksasi.
Warga Israel mengikuti demo untuk memprotes rencana Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk mencaplok bagian-bagian Tepi Barat, di Tel Aviv, Israel, Sabtu, 6 Juni 2020. REUTERS/Amir Cohen
Para pemimpin Palestina berharap bahwa langkah-langkah ini akan mengingatkan Israel bahwa keruntuhan Palestina akan membuat Israel bertanggung jawab atas nasib jutaan orang.
"Entah mereka mundur pada pencaplokan dan semuanya kembali ke keadaan mereka sebelumnya, atau mereka menindaklanjuti pencaplokan dan mereka kembali menjadi kekuatan pendudukan di seluruh Tepi Barat," kata al-Sheikh.
Dia memperingatkan bahwa aneksasi akan membuat Otoritas Palestina tidak lebih dari sebuah badan sipil yang bertanggung jawab atas sekolah, rumah sakit, dan kantor polisi.
"Saya tidak akan menerima bahwa peran saya adalah penyedia layanan," kata al-Sheikh. "Saya bukan kota atau badan amal."
Al-Sheikh juga memperingatkan bahwa langkah seperti itu akan berarti penurunan drastis dalam pendanaan untuk Jalur Gaza yang disediakan Otoritas Palestina setiap bulan untuk menutupi gaji dan pengeluaran lainnya.
"Saya memberi tahu orang Israel, jika situasi ini berlanjut, kalian harus mengambil tanggung jawab penuh sebagai kekuatan pendudukan," katanya.
"Itu bisa kembali seperti sebelum Oslo," katanya, merujuk pada perjanjian 1993 yang menciptakan Otoritas Palestina dan memberinya kekuatan terbatas.
Mengenai ancaman Abbas baru-baru ini untuk menghentikan kerja sama keamanan dengan Israel atas rencana aneksasi, al-Sheikh mengatakan pasukan keamanan Palestina akan terus memerangi terorisme tetapi akan melakukan dengan caranya sendiri.
"Kami akan mencegah kekerasan dan kekacauan," katanya. "Kami tidak akan membiarkan pertumpahan darah. Itu adalah keputusan strategis."
Ini bukan pertama kalinya pejabat PA mengumumkan batas waktu untuk deklarasi kemerdekaan sepihak. Dikutip dari Times of Israel, pada 2011 Otoritas Palestina menjadi anggota non-negara Majelis Umum PBB setelah desakan unilateral untuk pengakuan internasional. Selama periode yang sama, perdana menteri Palestina saat itu Salam Fayyad menyatakan berulang kali bahwa pemerintahnya bermaksud mendeklarasikan Palestina sebagai negara berdaulat dengan atau tanpa persetujuan Israel.