TEMPO.CO, Jakarta - Sekitar 300 warga Thailand dan warga asing di Thailand dan di tempat lain bergabung dalam protes menentang rasisme via Zoom pada Ahad dalam kasus George Floyd, warga kulit hitam AS yang dibunuh polisi kulit putih Minneapolis.
Protes online via Zoom dilakukan karena adanya pembatasan sosial virus corona. Pengunjuk rasa dengan pesan "Saya Tidak Bisa Bernafas" di lengan dan plakat mereka berkumpul di aplikasi video Zoom untuk menekankan antirasisme di Thailand saat mereka menonton klip video momen terakhir Floyd.
"Saya sudah tinggal di tiga benua sekarang. Saya punya teman baik yang berasal dari komunitas Afrika, yang juga orang Amerika berkulit hitam, dan....Anda melihat perbedaan yang mencolok dalam bagaimana mereka diperlakukan," kata Natalie Bin Narkprasert, 28 tahun, salah satu penyelenggara acara, dikutip dari Reuters, 8 Juni 2020.
"Setiap orang memiliki harapan, setiap orang memiliki mimpi, semua orang berdarah merah, Anda tahu," katanya. "Sangat gila bahwa mereka masih bertindak rasis pada tahun 2020 ketika pada tahun 1963, saat itulah Martin Luther King melakukan pidato kebebasannya."
Proses penangkapan pria keturunan Afro-Amerika bernama George Floyd, 46 tahun, saat dibekuk polisi Derek Chauvin pada Senin 25 Mei lalu. George Floyd tewas setelah lehernya ditindih yang menyebabkan kehabisan nafas. dailymail.co.uk
Kelompok ini juga mengheningkan cipta selama 8 menit dan 46 detik, menit-menit di mana Floyd ditindih lutut petugas kulit putih.
Beberapa mengatakan bias rasis ada di Asia, meskipun mungkin lebih halus daripada di Eropa atau Amerika, dan peserta protes Zoom ini berharap untuk perubahan bertahap.
Kematian George Floyd telah memicu protes anti-rasisme terbesar yang pernah terjadi di Amerika Serikat dalam beberapa dekade terakhir dan memicu demonstrasi di seluruh dunia.