TEMPO.CO, Jakarta - Perdana Menteri Boris Johnson angkat suara soal insiden perobohan dan pelarungan patung Edward Colston di Bristol. Menurut Johnson, aksi yang dilakukan sebagai peringatan kasus kematian George Floyd tersebut sudah merupakan tindak kriminal.
"Kami bisa memahami sensitivitas dan pentingnya isu (George Floyd) ini. Namun, di negeri ini, kita memiliki proses demokratis untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut," ujar pernyataan pers Johnson sebagaimana dikutip dari kantor berita Reuters, Senin, 8 Juni 2020.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, aksi unjuk rasa terjadi di berbagai negara sejak George Floyd tewas terbunuh. Floyd adalah warga kulit hitam di Minneapolis, Minnesota, Amerika yang meninggal setelah kepolisian setempat menindih lehernya dengan lutut dua pekan lalu.
Hingga berita ini ditulis, unjuk rasa sudah berlangsung lebih dari sepekan. Mulai dari benua Amerika hingga Eropa, unjuk rasa itu ada. Salah satunya terjadi di Bristol, Inggris, di mana patung Edward Colston berada.
Di Bristol, patung Edward Colston dirobohkan dan dilarung karena dianggap simbol kolonialisme serta perbudakan. Colston sendiri adalah pedagang budak di Abad 17 dan patungnya sudah ada di Bristol sejak tahun 1895.
Sejarawan asal Inggris, Kate Williams, setuju dengan Boris Johnson bahwa perobohoan patung manapun harus diikuti dengan diskusi soal signifikansinya. Namun, untuk kasus Colston, Williams mengatakan diskusi tersebut sudah berlangsung bertahun-tahun. Oleh karenanya, menurut ia, perobohan secara paksa tak terhindarkan.
"Betul perobohan butuh diskusi, tapi itu tidak akan terjadi. Bristol sudah memperdebatkan masalah patung Colston bertahun-tahun dan tidak pernah ada hasilnya," ujar Williams.
ISTMAN MP | REUTERS