TEMPO.CO, Jakarta - Puluhan ribu pendemo berunjuk rasa di Washington dan kota-kota besar Amerika Serikat lain menuntut diakhirinya rasisme dan kebrutalan polisi pasca-pembunuhan George Floyd, pria kulit hitam tidak bersenjata oleh polisi kulit putih.
Demonstrasi pada Sabtu memasuki hari ke-12 setelah George Floyd tewas saat ditangkap ketika polisi Minneapolisi bernama Derek Chauvin menindih lehernya dengan lutut pada 25 Mei.
Pembunuhannya, yang terekam CCTV dan ponsel pejalan kaki, telah menyebabkan gelombang protes dan mengungkit luka lama atas sejarah penganiayaan terhadap warga Amerika keturunan Afrika dan minoritas lainnya.
Di dekat bagian depan Gedung Putih, Katrina Fernandez, 42 tahun, mengatakan dia berharap dan tidak sabar untuk bergabung dengan protes demi menuntut apa yang dia lihat sebagai reformasi yang lama tertunda dalam kepolisian.
"Saya hanya berharap kita benar-benar mendapatkan perubahan dari apa yang sedang terjadi. Orang-orang telah berlutut dan memprotes dan memohon untuk waktu yang lama dan cukup sudah. Kami tidak bisa menerima perlakuan ini lebih banyak lagi," katanya, dikutip dari Reuters, 7 Juni 2020.
Orang-orang mengecat jalan Washington dengan slogan-slogan protes seperti "Defund the Police," menurut laporan CNN.
Baru-baru ini protes nasional terhadap pembunuhan George Floyd menyerukan slogan Defund the Police. Defund the Police adalah seruan untuk memangkas anggaran polisi kota yang tumbuh signifikan sejak 1990n setelah RUU Kejahatan 1994 diteken Presiden Bill Clinton. Para advokat pengkritik RUU mengatakan anggaran yang dihemat untuk kepolisian dapat dialihkan ke program sosial, Reuters melaporkan.
Seorang perempuan memegang plakat ketika petugas penegak hukum berjaga-jaga saat protes menentang ketimpangan rasial setelah kematian George Floyd, di Washington, AS, 6 Juni 2020. [REUTERS / Erin Scott]
Media lokal telah memperkirakan bahwa puluhan ribu akan menghadiri protes di ibu kota AS, meskipun ada risiko virus corona, yang merusak Amerika selama dua bulan terakhir dan masih menghadirkan ancaman mematikan, menurut para pakar kesehatan. Perkiraan resmi jumlah pasti pengunjuk rasa tidak tersedia.
"Jujur, saya khawatir tentang lonjakan kasus baru. Tapi saya khawatir tentang lonjakan baru ini jauh sebelum ada protes," kata ahli epidemiologi dan mantan komisioner kesehatan Detroit Abdul El-Sayed, dikutip dari CNN.
Seperti pada hari-hari sebelumnya, protes di kota-kota dari Los Angeles dan Chicago sampai ke New York dan Washington melibatkan serangkaian pawai yang terorganisir dengan jarak longgar.
Di Washington, ribuan orang berkumpul di Lincoln Memorial dan tempat lain sebelum berkumpul di Gedung Putih. Sejumlah besar orang bergerak melewati Rumah Sakit Universitas George Washington meneriakkan, "Angkat tangan, Jangan tembak!" "Kami berbaris untuk harapan, bukan untuk kebencian," dan "Saya tidak bisa bernapas!"
Seruan demonstran terakhir kali bergema saat protes di New York pada 2014, ketika Eric Garner meninggal saat ditangkap polisi setelah seorang petugas menggunakan teknik mencekik. Garner dan Floyd adalah bagian dari barisan panjang pria dan perempuan kulit hitam yang dibunuh oleh petugas kulit putih.
Upacara peringatan kedua untuk Floyd diadakan di kota North Carolina tempat ia dilahirkan. Ratusan orang berkumpul di sebuah gereja di Raeford untuk memberikan penghormatan mereka, sementara upacara pribadi untuk keluarga dilakukan kemudian pada hari yang sama.
Peringatan pertama George Floyd diadakan pada hari Jumat di Minneapolis dan pemakamannya dijadwalkan pada hari Selasa di Houston.