TEMPO.CO, Jakarta - Pentagon telah mengirim sekitar 1.600 tentara ke wilayah Washington DC pada hari Selasa, setelah protes kematian George Floyd di dekat Gedung Putih memanas.
"Elemen-elemen tugas aktif ditempatkan di pangkalan militer di Wilayah Capitol Nasional tetapi tidak di Washington DC," kata juru bicara Pentagon Jonathan Rath Hoffman dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Reuters, 3 Juni 2020.
Hoffman mengatakan pasukan berada pada status siaga tinggi tetapi tidak berpartisipasi mendukung penegak hukum sipil yang menertibkan massa.
Pejabat senior pertahanan mengatakan pada hari Senin bahwa unit akan pindah ke wilayah Washington.
Pasukan yang dikerahkan termasuk polisi militer dan mereka yang memiliki kemampuan teknik, bersama dengan batalion infantri, kata Hoffman.
Polisi militer Garda Nasional DC dan petugas penegak hukum berjaga-jaga selama protes kematian George Floyd, di dekat Gedung Putih di Washington, DC, AS, 1 Juni 2020. Kematian pria kulit hitam tak bersenjata di Minneapolis oleh polisi kulit putih mendorong puluhan ribu orang turun ke jalan-jalan kota besar mulai dari Seattle ke New York.[REUTERS / Jonathan Ernst]
CNN melaporkan polisi terlihat bersiap-siap untuk membersihkan para pengunjuk rasa yang masih keluar di jalan-jalan melewati jam malam di Washington DC. Jam malam di Washington mulai berlaku pada pukul 7 pm.
Setelah bentrokan hebat minggu lalu di Lafayette Park, lapangan dekat dengan Gedung Putih, pagar baru dipasang di sekitar taman. Polisi sekarang berdiri di seberang pagar dari kerumunan demonstran, yang jumlahnya antara 200 hingga 250, kata menurut laporan CNN.
Menteri Pertahanan Mark Esper menekankan dalam pesan kepada semua personel Pentagon bahwa departemen berkomitmen "untuk melindungi hak rakyat Amerika atas kebebasan berbicara dan berkumpul secara damai".
"Saya, seperti Anda, percaya bahwa orang Amerika yang frustrasi, marah, dan berjuang didengar harus mendapatkan kesempatan itu. Dan seperti Anda, saya berkomitmen untuk menegakkan aturan hukum dan melindungi kehidupan dan kebebasan, sehingga tindakan kekerasan beberapa orang tidak merusak hak dan kebebasan warga negara yang taat hukum," kata Esper, seperti dikutip dari The Hill.
Pengerahan militer AS merupakan perkembangan terakhir karena pemerintahan Trump berupaya memadamkan protes di seluruh negeri, dengan Presiden Trump mengancam akan mengirim militer jika gubernur dan pemimpin daerah enggan meredam kerusuhan protes kematian George Floyd.