TEMPO.CO, Jakarta - Empat personil Kepolisian St. Louis, Missouri tertembak dalam kerusuhan unjuk rasa kematian George Floyd. Dikutip dari kantor berita Reuters, peristiwa itu terjadi pada Senin malam waktu Amerika, beberapa jam setelah Presiden Donald Trump mengancam akan mengerahkan militer apabila kerusuhan tidak terkendali.
"Personil Kepolisian di lapangan masih menghadapi tembakan senjata. Kami akan memberikan perkembangan terbaru," ujar Kepolisian St Louis pada akun Twitter-nya, Selasa, 2 Juni 2020.
Selain kasus di St. Louis, dua polisi juga ditabrak dengan mobil dalam unjuk rasa di Buffalo, New York. Pemerintah New York berkeyakinan bahwa pelaku sudah diamankan, namun belum diketahui apakah peristiwa tersebut disengaja atau tidak.
Selain personil Kepolisian, jurnalis juga menjadi korban dalam unjuk rasa George Floyd. Mengacu pada data US Press Freedom Tracker, kurang lebih ada 100 investigasi kasus kekerasan yang diterima jurnalis selama meliput unjuk rasa. Ke-100 kasus tersebut mengikutkan serangan baik dari aparat maupun demonstran.
Salah satu kasus dialami oleh dua jurnalis Reuters yang ditembak dengan peluru karet ketika meliputi unjuk rasa di Minneapolis, Sabtu pekan lalu. Kameraman Julio Cesar-Chavez mengatakan bahwa polisi tampak dengan sengaja menyerangnya dan ia memiliki bukti rekamannya. Kepolisian Minneapolis belum memberikan komentar.
Contoh lain, di kawasan Long Beach, leher jurnalis radio Adolfo Guzman ditembak dengan peluru karet oleh aparat. Guzman telah melaporkan hal itu ke kepolisian setempat dan Kepala Kepolisian berjanji mengusutnya. "Kami tidak ingin ada awak media yang terluka," ujar keterangan Kepolisian Long Beach.
Mengacu pada pola sejauh ini, aksi unjuk rasa kematian George Floyd cenderung berujung rusuh setiap matahari terbenam. Pada pagi dan siang hari, unjuk rasa berlangsung relatif damai di mana beberapa Kepolisian bahkan berlutut untuk meminta maaf atas insiden yang terjadi.
Terrence Floyd, adik dari George Floyd, meminta para demonstran memanfaatkan momen saat ini untuk menimbang siapa yang akan mereka pilih pada Pemilu Presiden pada November nanti. Menurutnya, hal itu akan lebih banyak membawa perubahan dibandingkan menggunakan kekerasan, bertukar hantam dengan Kepolisian dan malah sama-sama menjadi korban. "Mari kita ubah (Amerika) dengan cara yang berbeda," ujarnya.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, aksi unjuk rasa yang banyak terjadi di Amerika saat ini adalah imbas dari kematian George Floyd. Floyd adalah warga kulit hitam di Minneapolis, Minnesota yang meninggal setelah kepolisian setempat menindih lehernya dengan lutut beberapa hari lalu.
Hingga berita ini ditulis, unjuk rasa sudah memasuki hari ketujuh. Unjuk rasa tersebut diperkirakan sudah menyebar ke 40 kota di Amerika. Beberapa di antaranya berujung kerusuhan dan penjarahan di mana warga bertarung dengan aparat keamanan. Hal itu mendorong pemerintah negara bagian menerapkan jam malam di sejumlah kota.
Presiden Donald Trump telah memberikan respon atas unjuk rasa yang terjadi. Ia menegaskan akan mendorong pengusutan perkara George Floyd hingga tuntas serta memastikan unjuk rasa berjalan tertib. Jika unjuk rasa berujung rusuh, ia mengancam akan menerjunkan aparat militer yang ditolak pemerintah-pemerintah negara bagian.
ISTMAN MP | REUTERS