Al-Aleem mengatakan hal tersebut, Senin (8/9), ketika menteri-menteri OPEC sedang melakukan pertemuan untuk memutuskan apakah produksi minyak akan dikurangi atau mempertahankannya seperti saat ini.
"Untuk sementara waktu... tidak ada keperluan untuk memotong produksi," kata Al-Aleem sembari mengatakan bahwa persediaan minyak saat ini sudah melebihi permintaan.
Namun demikian, Menteri Energi Uni Emirat Arab, Mohammed Bin Dhaen Al-Hamli, mengatakan bahwa kebijakan OPEC untuk menjaga pasar minyak dunia agar tetap "tersedia" belum berubah. Al-Hamli yang dikutip Kantor Berita Negara Uni Emirat Arab mengatakan bahwa persediaan minyak mentah di negara konsumen masih dalam tingkat rata-rata. Saat ini harga minyak sudah turun hampir 30 persen dari harga diatas US$ 147 per barel.
Presiden OPEC, Chakib Khelil, pada prinsipnya mendukung posisi persediaan minyak seperti saat ini yang masih cukup untuk memenuhi permintaan dunia
"Pasti ada banyak sekali minyak di pasar," kata Khelil saat tiba di Wina, Austria. Ia meramalkan, menjelang akhir 2008 atau awal 2009, persediaan minyak setip harinya akan melebihi permintaan antara 500.000 sampai 1,5 juta barel. Saat ditanya keputusan apa yang akan dihasilkan OPEC, Khelil menjawab bahwa "semua pilihan terbuka."
Sementara itu, Iran, produsen minyak terbesar kedua dunia, telah menjadi pendukung yang paling vokal dalam memperketat keran minyak. "Kami percaya pasar kelebihan stok," kata Menteri Minyak Iran, Gholam Hossein Nozari, kepada wartawan. Dan ia ingin membuat keputusan tentang produksi minyak setelah pihaknya melakukan kajian pada hari Selasa (9/9).
Menanggapi hal tersebut, Shokri Ghanem, ketua National Oil Corp. Libya, mengatakan kepada The Associated Press bahwa "persediaan yang melimpah di pasar akan menciptakan permintaan."
Ghanem mengatakan bahwa anggota OPEC yang menghasilkan minyak di atas kuota sebaiknya didesak untuk mengekang hasilnya agar mendekati batas produksi. "Ada banyak minyak di pasar, lebih banyak daripada permintaan," katanya.
Namun jika harga minyak dunia terus mengalami penurunan, maka hal tersebut dapat menggoyang markas besar OPEC di Wina.
Sejak naik hingga mencapai rekor US$ 147,27 per barel pada 11 Juli lalu, harga minyak mentah kini sudah jatuh di atas US$ 40. Minyak mentah jenis sweet untuk pengiriman Oktober naik sekitar 11 sen pada Senin (8/9) dan menetap di harga US$ 106,34 per barel di Penukaran Niaga New York.
Pada Jumat, kontrak dimulai dengan harga US$ 1,66 dan menetap di harga US$ 106,23 selama lima bulan. Penurunan harga minyak ini membuat Iran mengusulkan agar ada pengurangan produksi dari sekitar 30,5 juta barel yang dipompakan setiap harinya oleh anggota OPEC.
Bagaimanapun, pengurangan produksi tak mungkin terjadi tanpa Arab Saudi - yang menghasilkan sepertiga dari total produksi OPEC. Dan pemerintah Arab sudah mengindikasikan bahwa mereka tidak diuntungkan dengan pilihan pemotongan produksi itu.
Meskipun mengalami penurunan yang tiba-tiba, tahun ini harga minyak tetap 14 persen lebih tinggi daripada 2007, dan harga patokan minyak mentah per barel masih lebih tinggi daripada lima tahun yang lalu.
Apapun langkah yang diambil OPEC untuk memotong produksi, Selasa (8/9), akan menghasilkan protes dari konsumen utama seperti Amerika Serikat dan negara lainnya.
Lebih dari itu, OPEC memahami bahwa harga yang tinggi membuat permintaan menurun. Mereka akan mencoba menemukan keseimbangan antara keuntungan yang tinggi dengan harga yang dapat diterima pasar.
Jalan tengah ini dimaksudkan agar pemotongan kelebihan produksi dapat disetujui tanpa mengurangi kuota hasil produksi sebesar 27,3 juta barel per hari pada November mendatang bagi 12 anggota OPEC yang memproduksi dibawah batas.
Associated Press | TM. Dhani Iqbal