TEMPO.CO, Jakarta - Pandemi virus Corona tidak hanya mengubah cara bisnis beroperasi, tetapi juga cara persidangan digelar. Sebagai contoh, di Singapura, hakim menjatuhkan vonis hukuman mati kepada terdakwa kasus narkotika via Zoom call. Gara-garanya, mereka harus mematuhi aturan pembatasan sosial virus Corona (COVID-19).
"Untuk keamanan segala pihak yang terlibat, maka persidangan antara jaksa publik dan Punithan A/L Genasan digelar via video conference," ujar juru bicara Mahkamah Agung Singapura sebagaimana dikutip dari kantor berita Reuters, Rabu, 20 Mei 2020.
Vonis hukuman mati yang dijatuhkan ke Genasan via Zoom call adalah yang pertama kalinya dalam sejarah hukum di Singapura. Genasan sendiri adalah warga Malaysia yang pada tahun 2011 lalu diperkarakan karena kasus peredaran heroin.
Menanggapi perlakuan yang diterima kliennya, pengacara Genasan, Peter Fernando, mengaku tidak mempermasalahkannya. Genasan pun, kata Fernando, juga tidak mempermasalahkan hal tersebut ketika disampaikan bahwa sidang akan berlangsung secara virtual.
Meski Genasan tidak mempermasalahkan vonis mati yang dijatuhkan via Zoom call, tindakan Mahkamah Agung Singapura dikritik oleh penggiat hak asasi manusia. Menurut mereka, vonis mati via Zoom call sungguh tidak manusiawi, terlepas seburuk apapun tindakan kriminal yang dilakukan oleh Genasan.
"Vonis hukuman mati sendiri jelas-jelas kejam dan tidak manusiawi. Penggunaan Zoom call untuk menjatuhkan hukuman tersebut memperburuk situasinya," ujar Deputi Direktur Human Rights Watch Asia, Phil Robertson.
Penasehat khusus isu hukuman mati dari Amnesty International, Chiara Sangiorgio, menyatakan hal senada. Ia berkata, disampaikan via Zoom ataupun tidak, hukuman mati tetaplah kejam dan tidak manusiawi.
"Kasus Genasan adalah catatan bahwa Singapura terus melawan hukum dan standar internasional dengan tetap memberlakukan hukuman mati," ujar Sangiorgio.
ISTMAN MP | REUTERS