TEMPO.CO, Jakarta - Produsen perlengkapan untuk balita, Johnson & Johnson, tak akan lagi menjual bedak bayinya (talc powder) di Amerika dan Kanada. Berdasarkan klaim Johnson & Johnson , permintaan terhadap bedak bayi mereka anjlok gara-gara rumor produk tersebut berbahaya untuk dikonsumsi.
Dikutip dari kantor berita Reuters, Johnson & Johnson tengah menghadapi 19 ribu gugatan hukum akibat bedak bayinya. Belasan ribu gugatan tersebut datang dari konsumen yang mengatakan bedak bayi Johnson & Johnson menyebabkan kanker karena mengandung asbestos, salah satu varian karsinogen.
"Saya berharap ibu saya bisa melihat hari ini (di mana bedak Johnson & Johnson tak lagi dijual)," ujar Crystal Deckard, anak dari Darlene Coker yang diduga menderita Mesothelioma akibat bedak Johnson & Johnson, dikutip dari Reuters Rabu, 20 Mei 2020.
Kasus bedak bayi Johnson & Johnson pertama kali terangkat ke permukaan pada tahun 2018 lalu. Pada saat itu, kantor berita Reuters menerjunkan laporan investigasi yang pada intinya mengungkapkan bahwa Johnson & Johnson dengan sengaja menjual produk yang mengandung asbestos.
Hal tersebut diperkuat dokumen penelitian internal Johnson & Johnson yang bocor ke media. Dalam uji coba produk yang berlangsung dari tahun 1971 hingga 200an, beberapa tes menunjukkan bedak bayi Johnson & Johnson. Namun, Johnson & Johnson tetap membiarkan produk bedak bayi mereka dijual ke publik.
Imbas dari temuan itu, nilai saham Johnson & Johnson anjlok di pasar saham. Valuasi senilai US$ 40 miliar lenyap dalam sehari. DI satu sisi, Johnson & Johnson dihajar berbagai pertanyaan publik soal kebenaran kandungan bedak bayi mereka yang kadung ikonik.
Tak berhenti di situ, Johnson & Johnson juga menjadi target dari investigasi federal. Aparat hukum dari 41 negara bagian terlibat di dalamnya, membongkar praktik produksi Johnson & Johnson. Masalah bedak itu bahkan sampai dibawa ke kongres. Puncaknya, Johnson & Johnson memutuskan untuk berhenti menjual bedak bayi mereka di Amerika dan Kanada.
Anggota parlemen Amerika, Raja Krishnamoorthi, yang ikut terlibat dalam investigasi Johnson & Johnson mengaku lega penjualan bedak bayi mereka dihentikan. Ia berkata, hal tersebut adalah kemenangan bagi kesehatan masyarakat.
"Investigasi kami selama 14 bulan mengungkap bahwa Johnson & Johnson tahu produk mereka mengandung asbestos," ujar Raja, dikutip dari Reuters.
Dalam keterangan persnya, Johnson & Johnson tetap menyakini produk bedak bayi mereka aman. Hal itu, menurut Johnson & Johnson, mengacu pada hasil penelitian medis yang sudah dilakukan selama bertahun-tahun. Walau begitu, karena penjualan bedak bayi mereka terus menurun, mereka memutuskan untuk menghentikan penjualannya.
"Perminttan terhadap bedak bayi kami di Amerika Utara telah menurun karena perubahan gaya hidup konsumen yang diperparah oleh misinformasi soal keamanan produk kami," ujar Johnson & Johnson.
"Kami akan terus mempertahankan produk kami, soal keamanannya, dari tuduhan yang tak berdasar," ujar mereka menambahkan.
Per berita ini ditulis, Johnson & Johnson memegang kurang lebih 0,5 persen dari pasar produk kesehatan di Amerika. Bedak bayi mereka tetap menjadi aset mereka yang nomor 1 karena image yang berhasil dibentuk selama ini.
ISTMAN MP | REUTERS