TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Kota Auckland, Selandia Baru, memberlakukan aturan pembatasan penggunaan air menyusul terjadinya kekeringan terparah dalam sejarah kota ini.
Pemerintah kota melarang penggunaan air di luar ruangan sejak Sabtu, 16 Mei 2020.
“Warga juga dilarang untuk menggunakan semprotan air untuk menyiram tanamannya,” begitu dilansir RNZ pada Sabtu, 16 Mei 2020.
Pemerintah Kota Auckland juga mengharuskan tempat pencucian mobil komersil harus menggunakan air daur ulang. Aturan baru ini juga menyatakan hanya lapangan olah raga, dan taman dengan sistem irigasi saja yang boleh diairi.
Tujuan pembatasan penggunaan air ini adalah penghematan air sekitar 5 persen untuk rumah tangga dan 10 persen untuk properti bisnis.
Dewan Kota Auckland juga menyatakan pelanggaran pembatasan penggunaan air ini bisa membuat pelaku dituntut secara hukum dengan sanksi denda maksimal 20 ribu dolar Selandia Baru atau sekitar Rp180 juta.
Menurut Murray Robertson, direktur Layanan Properti Supercity, aturan pembatasan ini bisa merugikan bisnis dalam enam bulan lagi. Dia merasa khawatir pendapatan usahanya bisa berkurang sekitar 700 ribu dolar Selandia Baru atau sekitar Rp6.2 miliar.
Perusahaan ini menyediakan layanan domestik dan komersil perawatan, yang membutuhkan air karena menggunakan penyemprot air, dan mesin pencuci.
Menurut dia, perusahaan bisa kehilangan waktu cukup banyak untuk menunggu tersedianya air daur ulang.
Menurut Raveen Jaduram, kepala eksekutif Watercare, Auckland, warga juga harus menghemat penggunaan air di dalam rumah.
“Kami berharap ada penghematan air karena jumlahnya tidak cukup,” kata Jaduram.
Dia menyarankan warga agar menggunakan pancuran air lebih sedikit, mencuci piring secara penuh, dan menutup keran saat menyikat gigi. Otoritas Selandia Baru memperkirakan kondisi kekeringan ini akan terus berlangsung sampai Juni 2020 dengan curah hujan kecil.