TEMPO.CO, Jakarta - Delkhah Sultani, 30 tahun, mengambil jemuran di luar rumahnya di Kota Kabul, Afganistan, sambil ditemani putrinya. Sebelum wabah virus corona menyebar, Sultani biasa mendapatkan upah US$ 3 per hari atau Rp 44 ribu untuk jasa cuci-gosok pakaian di rumah tetangga, namun sekarang dia hanya bisa mengumpulkan US$ 1 atau Rp 14 ribu untuk menghidupi dia dan empat anaknya.
“Sejak awal bulan suci Ramadan, saya kesulitan mencari pekerjaan karena orang-orang tidak memanggil saya ke rumah mereka untuk mencucikan pakaian mereka. Mereka takut dengan virus corona,” kata Sultani, seperti dikutip dari reuters.com.
Baca Juga:
Sultani adalah orang tua tunggal. Suaminya meninggal enam tahun silam dalam sebuah serangan bom bunuh diri.
Delkhah Sultani, 30 tahun, sedang bersama anak-anaknya. Wabah virus corona telah membuat penghasilannya sebagai buruh cuci-gosok anjlok. Sumber : Reuters
Seperti jutaan warga Afganistan lainnya, Sultani menghadapi kesulitan ekonomi dan kelaparan akibat dampak dua bencana sekaligus, yakni pandemik virus corona dan kerusakan karena perang sipil selama puluhan tahun.
“Saya tidak punya uang untuk mengajak putra saya ke tukang cukur atau membeli makanan. Sering sekali kami tak punya makanan untuk sekadar membatalkan puasa kami,” kata Sultani.
Setidaknya ada 6 ribu orang di Afganistan terdampak virus corona. Di negara itu, ada sekitar 153 pasien virus corona yang meninggal yang diperparah dengan lemahnya infrastruktur Kesehatan di Afganistan. Pejabat di Pemerintah Afganistan memperingatkan jumlah orang yang terinfeksi virus corona kemungkinan lebih besar dari angka yang tercatat karena baru sedikit orang yang menjalani tes virus corona.
“Jumlah orang yang membutuhkan bantuan di Afganistan, naik. Pandemik ini diperkirakan telah berdampak buruk pada kehidupan masyarakat di penjuru Afganistan hingga beberapa tahun ke depan,” kata Parvathy Ramaswami, Wakil Direktur World Food Programme untuk Afganistan.
Pandemik virus corona telah membuat banyak negara di dunia terpuruk, bahkan negara dengan perekonomian terkuat. Dampak virus mematikan ini membuat Pemerintah Afganistan menghadapi kemungkinan krisis fiskal dan kelompok radikal Taliban yang kembali melakukan pemberontakan. Meskipun upaya damai yang dimediasi oleh Amerika Serikat sedang berlangsung, namun serangan teror hampir terjadi setiap hari.