TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi telah berkomunikasi dengan Menteri Luar Negeri Estonia agar Dewan Keamanan PBB (DK PBB) mengambil sikap final untuk merespons krisis virus corona (Covid-19).
Menlu Retno ingin DK PBB ikut berkontribusi untuk menyelesaikan segala isu terkait Covid-19, terutama untuk memastikan negara konflik tidak terbebani oleh pandemi.
"Konsultasi Menlu Retno kepada Menlu Estonia membahas bagaimana DK PBB merespons Covid-19 khususnya yang terjadi di Peace Keeping Operation (PKO) PBB, di mana Indonesia adalah salah satu pengirim PKO terbesar karena wabah bisa berdampak pada misi pasukan perdamaian," kata Pelaksana Tugas Biro Dukungan Strategis dan Pimpinan (BDSP) Kementerian Luar Negeri RI, Achmad Rizal Purnama, dalam konferensi pers virtual pada 13 Mei 2020.
Rizal juga menyampaikan Menlu Retno meminta DK PBB agar bisa mendorong gencatan senjata selama wabah virus corona sehingga daerah konflik tidak semakin terbebani ketika mereka menghadapi wabah.
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi, saat mewakili Indonesia memimpin rapat DK PBB di New York, 7 Mei 2019.[Twitter Retno Marsudi/@Menlu_RI]
Setelah interaksi Menlu Retno dengan Menlu Estonia, Jerman dan Estonia pada Selasa mengusulkan draf resolusi kepada DK PBB untuk gencatan senjata konflik seluruh dunia selama pandemi virus corona.
Draf proposal yang dilihat oleh AFP meliputi lima poin utama yang diusulkan oleh dua anggota tidak tetap DK PBB, secara garis besar berisi penghentian permusuhan dalam semua situasi di sekitar 20 negara.
Draf proposal tersebut meminjam resolusi Prancis-Tunisia yang menyerukan "jeda kemanusiaan selama setidaknya 90 hari berturut-turut untuk memungkinkan pengiriman bantuan ke masyarakat yang terdampak wabah." Namun, tidak jelas apakah langkah konkret resolusi Prancis-Tunisia telah diambil di lapangan.
Tanggal pemungutan suara belum ditetapkan, tetapi itu bisa lolos cepat jika tidak satu pun dari lima anggota tetap DK PBB mengancam untuk menggunakan hak veto.
Resolusi baru itu diusulkan pada Selasa selama konferensi jarak jauh yang diadakan secara tertutup dan diselenggarakan oleh Estonia, yang memegang jabatan presiden bergilir DK PBB untuk periode Mei.