TEMPO.CO, Jakarta - Bank sentral Jepang atau Bank of Japan untuk pertama kalinya menunjuk perempuan sebagai direktur eksekutif dalam 138 tahun berdirinya Bank of Japan.
Ini pertama kalinya Bank of Japan menunjuk perempuan sebagai direktur sejak bank didirikan pada Oktober 1882.
Pada Senin Tokiko Shimizu, seorang bankir berusia 55 tahun, diangkat sebagai bagian dari perombakan besar-besaran di Bank of Japan, menjadi salah satu dari tim enam eksekutif yang bertanggung jawab untuk menjalankan operasi harian bank sentral, menurut laporan Reuters, 11 Mei 2020.
Shimuzu mulai bekerja untuk Bank of Japan pada tahun 1987. Dia mengambil peran di divisi pasar keuangan dan dalam operasi valuta asing, dan menjadi manajer umum untuk Eropa dan wakil kepala di London antara 2016 dan 2018, dikutip dari CNN.
Penunjukannya untuk jabatan birokrat papan atas Bank of Japan kemungkinan merupakan bagian dari upaya bank sentral untuk mendiversifikasi manajemennya. Menurut Reuters, hanya 13 persen dari posisi manajerial senior Bank of Japan yang diisi oleh perempuan.
Karier Shimizu, yang saat ini menjadi manajer cabang BOJ di pusat kota Jepang Nagoya, termasuk menjalankan tugas di pasar keuangan bank, divisi perbankan dan urusan internasional.
Seorang penjaga keamanan berjalan melewati depan kantor pusat Bank of Japan di Tokyo, Jepang 23 Januari 2019. [REUTERS / Issei Kato / File Foto]
Selain menunjuk Shimizu, BOJ juga memutuskan pada hari Senin untuk memperpanjang tanggung jawab direktur eksekutifnya Shinichi Uchida, yang telah mengawasi urusan internasional, untuk memasukkan kebijakan moneter.
Perempuan membentuk 47% dari tenaga kerja bank sentral tetapi hanya 13% dari posisi manajerial senior dan hanya 20% dari posisi ahli yang berurusan dengan urusan hukum, sistem pembayaran dan catatan bank, menurut data BOJ.
Perempuan telah diwakili dalam dewan kebijakannya, badan pembuat keputusan tertinggi yang bertanggung jawab untuk menetapkan kebijakan moneter, setelah kebijakan itu dibentuk pada tahun 1998. Tetapi hanya satu dari sembilan anggota dewan adalah seorang perempuan, dan Bank of Jepang tidak pernah memiliki gubernur perempuan, tidak seperti Federal Reserve atau Bank Sentral Eropa.
Meski perempuan menyumbang 51% dari populasi Jepang, menurut data Bank Dunia 2018, negara ini berada di peringkat 121 dari 153 negara dalam indeks kesenjangan gender global World Economic Forum (WEF) terbaru.
Jepang juga berada di peringkat terbawah di antara negara-negara G7 untuk kesetaraan gender, menurut WEF, meskipun Perdana Menteri Shinzo Abe berjanji untuk memberdayakan perempuan yang bekerja melalui kebijakan yang disebut "womenomics."