TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Agung Israel memutuskan tidak akan mendiskualifikasi Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk membentuk pemerintahan meski tersandung kasus korupsi.
Dalam putusannya terhadap para pembuat petisi oposisi, Mahkamah Agung juga mendapati bahwa pemerintah persatuan Netanyahu dengan saingannya dalam pemilu, Benny Gantz, tidak melanggar hukum, menepis argumen bahwa mereka secara tidak sah melindunginya dalam persidangan korupsi.
Seperti dikutip dari Reuters, 7 Mei 2020, putusan itu menghilangkan rintangan hukum bagi pemerintah koalisi Netanyahu dan sayap kanan Gantz yang akan dilantik minggu depan, menyusul tiga pemilihan umum yang gagal untuk membentuk pemerintahan selama setahun terakhir.
Kesepakatan keduanya menghasilkan apa yang disebut "pemerintah persatuan" untuk mengakhiri kebuntuan politik ketika Israel bergulat dengan krisis virus corona dan kejatuhan ekonominya.
Dalam keputusan bulat, panel 11 hakim tidak menemukan dasar hukum untuk mencegah anggota Knesset (parlemen Israel) Netanyahu dari membentuk pemerintah.
Namun Mahkamah Agung menambahkan bahwa keputusannya tidak boleh ditafsirkan sebagai mengurangi dasar tuduhan yang dihadapi terhadap kejujuran publik, atau kesulitan yang ditimbulkan oleh masa jabatan perdana menteri yang dituduh melakukan kejahatan.
Mahkamah Agung menambahkan bahwa Netanyahu memiliki hak untuk menerima asas praduga tak bersalah.
Warga Israel melakukan aksi protes terhadap PM Benjamin Netanyahu, dengan menerapkan social distancing di tengah virus corona atau COVID-19 di Rabin Square, Tel Aviv, Israel, 19 April 2020. Aksi protes tersebut dilakukan karena Netanyahu berada di bawah dakwaan pidana dalam tiga kasus korupsi. REUTERS/Corinna Kern
Netanyahu didakwa pada bulan Januari atas tuduhan suap, penipuan, dan pelanggaran kepercayaan. Dia membantah melakukan kesalahan dalam ketiga kasus tersebut.
Besarnya dampak pandemi virus corona mendorong Gantz untuk mundur pada janji kampanye untuk tidak ikut dalam pemerintahan yang dipimpin oleh perdana menteri yang menghadapi tuduhan kriminal, dan sebaliknya menandatangani kesepakatan persatuan darurat dengan saingannya.
Pemimpin Partai Biru dan Putih Benny Gantz (kiri) dan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menandatangani perjanjian pemerintah bersatu mereka pada 20 April 2020.[Times of Israel]
Di bawah ketentuan perjanjian, Netanyahu akan menjabat sebagai perdana menteri pemerintahan baru selama 18 bulan sebelum menyerahkan kekuasaan kepada Gantz.
Para pembuat petisi pengadilan, termasuk partai-partai oposisi dan pengawas demokrasi, berargumen bahwa pakta tersebut melindungi Netanyahu dari proses hukum.
Hakim mengakui bahwa kesepakatan mantan saingan itu "tidak biasa" dalam sejarah Israel, tetapi mengatakan mereka telah memutuskan tidak ada alasan untuk campur tangan dalam salah satu klausulnya,
Pada akhirnya, para hakim mengatakan ada dua asalan untuk memberi Netanyahu lampu hijau, dikutip dari Jerusalem Post.
Pertama, mereka mengatakan dia tidak secara otomatis didiskualifikasi oleh hukum karena undang-undang Knesset hanya secara otomatis mendiskualifikasi seorang perdana menteri yang dihukum dan kehabisan bandingnya.
Kedua, mereka mengatakan pengadilan masih bisa meninjau kembali keleluasaan penunjukan apapun.
Pertanyaannya kemudian menjadi siapa yang menunjuk perdana menteri. Para hakim memutuskan bahwa Knesset adalah badan yang menunjuk perdana menteri dan bahwa mereka harus memberikan penghormatan besar pada keputusan politik yang inheren itu.
Dalam sebuah pernyataan bersama yang dikeluarkan pada Rabu malam, partai Likud Netanyahu dan Partai Biru-Putih Gantz mengatakan mereka akan mengadakan upacara pelantikan mereka pada 13 Mei.
Benjamin Netanyahu, 70 tahun, didakwa pada Januari atas tuduhan suap, penipuan dan pelanggaran kepercayaan. Netanyahu membantah melakukan kesalahan dalam ketiga kasus tersebut dan persidangannya akan digelar pada 24 Mei.