TEMPO.CO, Jakarta - Masuknya Perdana Menteri Inggris Boris Johnson ke ruang ICU, akibat virus Corona (COVID-19), menjadikan Dominic Raab sebagai penggantinya. Penunjukkan ini tidak dadakan karena Raab sendiri sudah ditunjuk oleh Johnson sebagai pengganti jika kondisi kesehatannya memburuk. Pertanyaannya, siapakah Raab?
Sebelum ditunjuk sebagai "Designated Survivor" oleh Johnson, Raab adalah Menteri Luar Negeri sekaligus Sekretaris Negara untuk pemerintah Inggris. Johnson menunjuk Raab untuk kedua posisi tersebut ketika dirinya dilantik sebagai Perdana Menteri Inggris pada Juli lalu.
"Raab mengisi posisi tersebut setelah dirinya gagal menjadi pemimpin Partai Konservatif akhir tahun lalu," sebagaimana dikutip dari BBC, Selasa, 7 April 2020.
Johnson tertarik dengan Raab karena perannya dalam negosiasi Brexit. Ia memandang Raab sebagai figur yang sejalan dengannya. Sebab, ketika negosiasi Brexit masih berlangsung, Raab kerap berbeda pendapat dengan Perdana Menteri Inggris sebelumnya, Theresa May. Padahal, saat itu, posisi Raab adalah Sekretaris Brexit.
Puncaknya adalah ketika Raab mengundurkan diri dari posisi Sekretaris Brexit. Raab melakukannya sebagai protes atas proposal kesepakatan yang dibawa Theresa May ke Uni Eropa. Padahal, baru empat bulan ia di posisi tersebut. Namun, sejak saat itu, Raab masuk dalam radar Johnson.
Dominic Raab. REUTERS
Perjalanan Karir Raab
Sebelum menjadi politisi, Raab adalah seorang pengacara. Pria kelahiran tahun 1974 tersebut bermodal pendidikan hukum yang ia dapatkan di Oxford University dan Cambridge, dua universitas prestisius di Inggris. Adapun spesialisasinya adalah sektor komersil.
Selama bekerja sebagai pengacara, Raab tertarik untuk masuk ke politik. Ia mengawalinya dengan bekerja untuk Departemen Luar Negeri dahulu. Kemudian, di tahun 2006, ia masuk lebih dalam dengan menjadi staf ahli anggota parlemen David Davis, salah satu pendukung keras Brexit di kemudian hari.
"Ia kemudian menjadi anggota parlemen di tahun 2010...Ia mengisisi posisi 'back bencher' selama lima tahun," sebagaimana dikutip dari BBC. Sebagai back bencher, Raab belum memiliki kesempatan untuk maju ke depan dan menyuarakan pendapatnya di gedung parlemen Inggris.
Tahun 2015, ia menjadi Menteri Hukum Muda untuk perdana menteri David Cameron. Ia berperan besar dalam kampanye Brexit di tahun 2016. Namun, kemudian, ia dipecat oleh Theresa May ketika dirinya menggantikan David Cameron.
Posisi di Kabinet
Tahun 2017, Raab kembali ke pemerintahan, masih sebagai Menteri Hukum. Ia hanya setahun di posisi tersebut karena setahun kemudian di-reshuffle ke posisi Menteri Perumahan. Di posisi itu lah Raab kemudian ditunjuk oleh May sebagai sekretaris Brexit.
Seperti yang sudah disebutkan, Raab mundur dari jabatannya 4 bulan setelah ditunjuk sebagai sekretaris Brexit. Raab tidak setuju dengan kesepakatan-kesepakatan yang dibuat May. Salah satunya soal kesepakatan "Backstop" yang mengatur peran Irlandia dan Irlandia Utara terkait akses ke pasar Eropa.
"Sebagai figur berpengaruh dalam kampanye Brexit, kritk Raab dianggap memperbesar pengaruh oposisi dalam penyusunan kesepakatan Brexit," dikutip dari BBC.
Ketika May mundur, Raab mengajukan diri sebagai ketua Partai Konservatif. Ia gagal mendapat suara cukup, hanya berhasil mengumpulkan 33 suara. Boris Johnson mengalahkannya. Namun, anggota Partai Konservatif merasa Raab berhak mendapatkan posisi di pemerintahan karena ia berperan banyak di Brexit.
Johnson ternyata juga memandang Raab pantas dipertahankan di pemerintahan. Raab sendiri memutuskan untuk mendukung Johnson sebagai Perdana Menteri Inggris yang baru. Dukungan tersebut mengantarkannya ke posisi sekarang, menggantikan Johnson yang tertular virus Corona (COVID-19).
ISTMAN MP | BBC