TEMPO Interaktif, Jakarta: Kementerian Luar Negeri Federasi Rusia mengeluarkan pernyataan negara ini mengakui kemerdekaan Ossetia Selatan dan Abkhazia. Dasar kebijaksanaa ini adalah semboyan: Negara Georgia untuk orang Georgia saja, yang diproklamasikan pada 1989. Waktu itu, menurut siaran kemeterian itu, aksi pembantaian berlangsung di Ossetia Selatan. Orang Ossetia terkena pembunuhan dan pengusiran massal.
Pernyataan ini berkaitan dengan perang Georgia terhadap Ossetia Selatan dan Abkhazia, yang disebut sparatis itu. Pada 1992 di Ossetia Selatan dan 1994 di Abkhazia telah dibentuk pasukan penjaga perdamaian dengan perantaraan Rusia. Langkah tersebut diklaim mendapat dukungan Perserikatan Bangsa Bangsa dan Organisasi Keamanan dan Kerja sama di Eropa (OSCE).
Disebutkan, akhir 2003 Mikhail Saakashvili, Presiden Georgia, merampas kekuasaan secara revolusioner dan mengancam Ossetia Selatan dan Abkhazia. Pada 2004 angkatan bersenjata Georgia masuk zona sengketa Georgia-Ossetia. Disusul pada Agustus mereka menembaki meriam kota Tskhinval.
Pada February 2005 Mikhail Saakashvili menolak semua kesepakatan. Dia memilih penyelisaian di Abkhazia berdasarkan persetujuan gencatan senjata yang ditandatanggani di Moskwa pada 14 Mei 1994.
Menurut Persetujuan ini, di zona sengketa Georgia-Abkhazia ditempatkan aparat pemeliharaan perdamaian bersama. Misi pengamatan PBB bagi Georgia telah juga dibentuk di sana.
Pada 2006 Mikhail Saakashvili memasukkan angkatan bersenjata Georgia ke sebagian wilayah Abkhazia. Dengan langkah ini dia dianggap melanggar persetujuan. Dua pekan lalu, lebih dari 1.400 warga sipil tewas saat pasukan Rusia melancarkan serangan ke wilayah sengketa di South Ossetia, Georgia. Tank dan kendaraan tempur Rusia dikerahkan saat pemberontak South Ossetia digempur pasukan Georgia.
Dari pihak Georgia mengerahkan tak kurang dari 26 ribu pasukan untuk menghadapi serangan militer Rusia. Sekitar 2.000 pasukan Georgia ditarik dari misi di Irak untuk memperkuat pasukan di dalam negeri.
elik s/RIA