TEMPO.CO, Jakarta - Filipina mempertimbangkan berbagai langkah baru untuk menangani pandemi virus Corona (COVID-19) yang belum mereda. Salah satunya, mengambil alih operasional aset swasta yang bisa mempermudah penanganan virus Corona seperti jaringan telekomunikasi, transportasi, dan bangunan.
"Kami sebenarnya segan untuk melakukannya. Namun, melihat situasi dunia sekarang, kami tidak punya banyak pilihan," ujar Sekretaris Eksekutif dari Presiden Filipina Rodrigo Duterte, Salvador Medialdea, sebagaimana dikutip dari kantor berita Reuters, Senin, 23 Maret 2020.
Di kawasan Asia Tanggara, Filipina adalah salah satu negara yang paling terdampak virus Corona. Mengutip South China Morning Post, ada 462 kasus dan 33 korban meninggal di sana. Hal itu lah yang mendorong Filipina untuk mengambil beberapa tindakan tegas, termasuk mengambil alih operasional aset swasta.
Sebelum memutuskan untuk mengambil alih operasional aset swasta, Filipina juga negara Asia Tenggara pertama yang menerapkan lockdown (karantina). Awalnya, mereka hanya melakukan pembatasan sosial dan jam malam. Namun, karena dirasa tidak efektif, akhirnya mereka memutuskan untuk melakukan lockdown.
Hingga berita ini ditulis, belum diketahui bagaimana ambil alih operasional itu akan dilakukan. Dari pihak oposisi, mereka khawatir ambil alih itu akan menjadi korupsi apabila tidak dibatasi cakupannya. Walau begitu, pembahasan soal itu diyakini akan mulus mengingat koalisi Duterte menguasai legislatif.
Selain Filipina, Malaysia menjadi negara Asia Tenggara lainnya yang menerapkan mekanisme menyerupai lockdown. Lewat Perintah Kawalan Gerakan, pemerintah Malaysia membatasi pergerakan publik, operasional usaha, dan kegiatan yang mengumpulkan massa.
Indonesia belum menerapkan strategi serupa untuk penanganan virus Corona (COVID-19). Kalaupun ada, tidak bersifat nasional. Di Jakarta, misalnya, baru dilakukan pembatasan akses ke tempat hiburan dan tempat wisata di mana warga berpotensi berkumpul.
ISTMAN MP | REUTERS | SOUTH CHINA MORNING POST