TEMPO.CO, Jakarta - Tak semua mahasiswa Indonesia di luar negeri bisa mengikuti imbauan Kementerian Luar Negeri untuk segera pulang. Beberapa kendala teknis menjadi penyebabnya, mulai dari ikatan kontrak dengan pemberi beasiswa hingga sulitnya untuk mendapat tiket pulang di tengah pandemi virus Corona (COVID-19).
Salah satu yang berniat untuk pulang namun belum bisa adalah Kristia Ningsih. Mahasiswi asal University of Southampton, Inggris tersebut kesulitan untuk pulang karena mayoritas maskapai di Inggris membatalkan penerbangan ke Indonesia.
"Saya memutuskan untuk pulang ke Indonesia sejak pemerintah Inggris memutuskan menutup kegiatan belajar di semua kampus... Lalu saya diberitahu kemungkinan akan ada lockdown sehingga kalau mau kembali ke Indonesia, untuk bertemu keluarga, sebaiknya segera," ujar Kristia ketika diwawancari via telepon, Rabu, 18 Maret 2020.
Kristia belum menyerah untuk mendapatkan tiket pulang. Harapannya, ia bisa segera kembali ke Indonesia sebelum terjadi disrupsi perjalanan lintas negara akibat virus corona. Namun, sampai sekarang, hasilnya masih nihil.
"Di sini sudah tidak ada yang bisa dikerjakan sampai bulan Juni nanti. Selain itu, sejak minggu lalu, sudah ada travel restriction dari Amerika sehingga kerjaan saya yang mondar-mandir Amerika - Inggris juga berhenti," ujar Kristia.
Kasus Kristia berbeda dengan Christopher Ginting, ketua Persatuan Pelajar Indonesia Greater Leeds, Inggris. Kepada Tempo, ia menyatakan tidak akan pulang ke Indonesia. Bukan karena tidak bisa mendapatkan tiket, tetapi karena masih ada banyak tugas kuliah dan pekerjaan yang harus ia selesaikan di Leeds.
Meski begitu, Christopher membenarkan bahwa beberapa mahasiswa Indonesia di Leeds ingin segera pulang seiring dengan makin parahnya pandemi virus Corona. Ia berkata, mahasiswa-mahasiswa yang ingin pulang tersebut takut terjebak pembatasan yang akan berlaku di Inggris.
"Ada beberapa mahasiswa Indonesia yang akan pulang karena takut situasi di Inggris menjadi semakin parah. Mereka juga diminta keluarga untuk pulang," ujar Christopher.
Sementara itu, Stella Nau, Ketua Persatuan Pelajar Indonesia di Inggris (PPI UK), menyatakan tidak semua mahasiswa di Inggris memiliki privilege untuk pulang lebih awal. Selain karena pulang ke Indonesia memakan biaya besar, para penerima beasiswa tertentu terikat kontrak untuk tidak pulang ke Indonesia lebih dari 30 hari.
Terlepas dari problem teknis tersebut, Stella mengatakan bahwa PPI Inggris membebaskan para anggotanya untuk memutuskan pulang atau tidak. Semua keputusan, kata ia, ada plus minusnya.
"Sebenarnya semua kampus sudah meminta kita untuk pulang. Hanya saja, kebanyakan dari kami kan penerima beasiswa, jadi kami juga bergantung pada kebijakan pemberi beasiswa," ujar Stella menegaskan.
Hingga berita ini ditulis, tercatat sudah ada 1.543 kasus virus Corona (COVID-19) di Inggris. Selain itu, korban meninggal ada 55 orang. Inggris berencana menerapkan strategi Herd Immunity di mana mereka akan mengontrol jumlah kasus virus Corona di Inggris untuk membuka kemungkinan mereka yang tertular bisa disembuhkan dengan ketahanan yang lebih baik.
ISTMAN MP