TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Italia kewalahan. Virus Corona menyebar dengan cepat di negeri spaghetti itu. Dalam hitungan kurang dari sepekan, jumlah kasus bertambah ribuan. Per hari ini, mengutip South China Morning Post, sudah ada 27.980 kasus dan 2.158 korban meninggal akibat virus dengan nama resmi COVID-19 tersebut.
Disrupsi terjadi di mana-mana. Di rumah sakit, jumlah tenaga medis timpang dengan jumlah pasien, memaksa mereka bersikap selektif dalam memilih siapa yang harus didahulukan. Imbasnya, banyak pasien lansia, yang dirasa paling rentan terhadap virus Corona, tidak tertangani maksimal. Bahkan, beberapa dari mereka meninggal tanpa keluarga di sekelilingnya.
Halaman obituari media-media lokal menjadi catatan betapa mengerikannya wabah virus Corona di Italia. Mengutip The Washington Post, halaman obituari yang biasanya hanya memakan paling banyak 3 halaman, sekarang menjadi 10 halaman. Total kabar duka yang diumumkan tiap harinya bisa mencapai 150 pengumuman. Tak ayal media-media lokal menyamakan halaman obituari seperti buletin perang.
"Saya rasa malah situasi sekarang lebih parah dibanding perang. Ayah saya meninggal dan sampai sekarang belum bisa dikebumikan. Sementara itu, kami di sini hanya bisa menunggu untuk mengucapkan perpisahan kepadanya," ujar salah satu warga lokal, Marta Testa, sebagaimana dikutip dari Washington Post, Selasa waktu Amerika, 17 Maret 2020.
Perjalanan Virus Corona di Italia (Tempo)
Cepatnya pertumbuhan kasus virus Corona di Italia memang mengejutkan. Bermula dari 3 kasus di awal Februari, di awal Maret jumlah kasus sudah mencapai 7 ribu. Korban meninggal, dari 14 orang di akhir Februari, menjadi 2.158 di pertengahan Maret ini. Pertumbuhan tersebut tidak kalah cepat dengan Korea Selatan dan Cina, dua negara paling terdampak virus Corona selain Italia.
Sebagian besar dari korban-korban itu adalah lansia. Mengutip pernyataan Presiden Institusi Tinggi Kesehatan Italia, Silvio Brusaferro, dari The Guardian, rata-rata korban jiwa virus Corona di Italia adalah penduduk dengan usia 80,3 tahun. Selain itu, mereka memiliki rekam medis yang buruk mulai dari darah tinggi, penyakit jantung, hingga kanker. Sederhananya, lansia adalah kelompok penduduk paling rentan dengan virus Corona.
Ternyata, usia memang memainkan perang penting dalam cepatnya pertumbuhan kasus virus Corona di Italia. Populasi orang tua yang besar di Italia membuat virus Corona mudah merajalela di sana. Mengutip jurnal penelitian dari Universitas Oxford di Demographic Science, Italia memiliki jumlah populasi lansia (di atas 65 tahun) paling besar kedua di dunia. Kurang lebih besarnya 23 persen dari total populasi. Sebagai perbandingan, jumlah populasi lansia di Amerika adalah 16 persen dari total populasi.
"Hal tersebut disebabkan oleh menurunnya tingkat fertilitas warga Italia. Jadi, (populasi lansia yang lebih besar) lebih dipengaruhi oleh banyaknya warga Italia yang memiliki sedikit anak, bukan karena mereka punya usia hidup lebih panjang," ujar epidemiologis Universitas Oxford, Jennifer Beam Dowd.
Di sisi lain, kebanyakan dari orang tua tersebut masih tinggal dengan anak-anak mereka. Hal itu yang menyebabkan kasus kemudian mudah menyebar ke mereka yang lebih muda. Menurut data yang dikumpulkan Dowd, kebanyakan warga yang lebih muda tinggal dengan orang tua di daerah pinggiran dan kemudian komut ke kota untuk bekerja, misalnya ke Milan.
"Bisa juga itu yang menyebabkan virus cepat tersebar (dalam waktu singkat). Yang muda bekerja di daerah padat penduduk kemudian tertular virus Corona yang mereka bawa kembali ke rumah (di mana orang tua berada)," ujar Dowd lebih lanjut.
Keterkaitan antara tua dan tinggal bersama-sama banyak dibenarkan oleh warga-warga Italia. Enrico Palestra, warga Italia yang tinggal bersama ayahnya, Giovanni (80), di Lombardia, membenarkan bahwa ayahnya meninggal dengan cepat setelah diketahui tertular virus Corona. Awalnya, ia mengira ayahnya hanya sakit flu biasa.
Hal senada disampaikan Alessando, warga Codogno, yang pamannya (74 tahun) meninggal dalam hitungan hari. Dari yang awalnya hanya demam, dalam lima hari pamannya meninggal karena kalah melawan virus Corona.
"Padahal ia sehat-sehat saja selama ini. Ia tidak merokok dan tidak memiliki rekam jejak medis yang buruk. Sebagian besar keluarga saya tertular virus ini sekarang," ujarnya sebagaimana dikutip dari The Guardian.
Agar pertumbuhan jumlah korban tidak bertambah pesat, Italia sudah menerapkan sejumlah strategi. Mengutip Reuters, beberapa tempat diubah menjadi lokasi perawatan cadangan untuk mengakali rumah sakit yang kelimpungan menerima pasien baru. Selain itu, 10 ribu dokter muda, yang baru saja lulus, sudah diterjunkan ke lapangan untuk menangani ketimpangan jumlah tenaga medis dan pasien.
Sebanyak 25 provinsi, yang 11 di antaranya berada di kawasan Lombardia, juga dibatasi aksesnya. Jika akses tidak dibatasi, dikhawatirkan warga akan berkeliaran tanpa menyadari telah mempercepat penyebaran virus mengingat virus Corona (COVID-19) bisa bersifat asymptomatic (tidak menimbulkan gejala).
Harapan pemerintah Italia, dengan berbagai strategi tersebut, pertumbuhan kasus baru bisa ditekan. Di sisi lain, juga memberi ruang nafas lebih banyak kepada tenaga medis untuk merawat pasien yang ada serta mengembangkan vaksin.
ISTMAN MP | WASHINGTON POST | REUTERS | THE GUARDIAN | SOUTH CHINA MORNING POST | WIRED | DEMOGRAPHIC SCIENCE