TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah laporan mengklaim korban meninggal virus Corona atau COVID-19 di Iran berjumlah 927 di 30 dari 31 provinsi, atau lebih kecil dari hitungan resmi yang beredar.
Klaim ini dilaporkan oleh Radio Farda pada 10 Maret 2020. Data tersebut didasarkan pada komentar resmi yang tersebar yang dibuat oleh otoritas provinsi, sumber-sumber yang berafiliasi dengan Kementerian Kesehatan (MH) Republik Islam Iran, dan laporan kantor berita setempat.
Namun, angka kematian resmi yang diumumkan oleh otoritas pusat di Iran menyebutkan angka 237 pada 9 Maret. Warga, beberapa politisi dan komentator mengatakan jumlah resmi terlalu rendah.
Menurut pantauan Tempo yang mengutip data real-time John Hopkins University, yang diperbarui pada 11 Maret 2020 pukul 3.13 PM, menyebut 8.042 kasus di Iran dengan 291 kematian. Namun, angka John Hopkins mengutip rilis resmi yang dikeluarkan pemerintah Iran.
Rumah Sakit Kamkar di kota Qom, Iran, yang diperuntukkan bagi orang yang terkena virus Corona.[Tasnim News Agency/Radio Farda]
Sementara itu, sumber Radio Farda di Kementerian Kesehatan mengatakan bahwa virus Corona telah menewaskan setidaknya 173 di provinsi Teheran saja.
Meskipun demikian, pemerintah sejauh ini menahan diri dari menerbitkan angka-angka yang terkait dengan jumlah korban di provinsi tersebut.
Dan itu bukan hanya Teheran. Otoritas pusat yang bertanggung jawab mengumumkan jumlah korban virus Corona sejauh ini juga menolak untuk mengatakan berapa banyak yang telah meninggal di Provinsi Qom, pusat epidemi. Alasan di balik kerahasiaan itu adalah tingginya jumlah korban di dua daerah tetangga.
"Selain itu, jumlah resmi 237 kematian, yang tidak termasuk Teheran dan Qom, tidak dirinci dan tidak jelas berapa banyak yang telah meninggal di provinsi yang berbeda," tulis laporan Radio Farda.
Namun, dari pernyataan publik oleh pejabat dan data yang dikeluarkan oleh rumah sakit setempat, Radio Farda telah menetapkan bahwa 200 orang telah meninggal di provinsi utara Gilan saja. Di Qom, setidaknya 120 orang telah tewas dan di Isfahan 103. Angka-angka ini dikombinasikan dengan rincian angka dari 31 provinsi Iran, membawa jumlah total yang diperkirakan menjadi 927.
Sementara itu, beberapa anggota Majles (parlemen Islam) telah berulang kali mencatat bahwa data yang diberikan oleh kementerian kesehatan jauh lebih rendah daripada jumlah sebenarnya korban COVID-19.
Kementerian telah secara resmi melarang otoritas kesehatan provinsi untuk menyajikan data tentang jumlah orang yang telah meninggal karena virus Corona.
Data yang dikumpulkan oleh Radio Farda mewakili jumlah minimum korban, sedangkan jumlah sebenarnya jauh lebih tinggi.
Sebagian besar korban berasal dari Provinsi Teheran, dan wilayah tetangganya, Qom, ibu kota suci Syiah di Iran.
Seorang anggota tim medis yang mengenakan masker wajah menyemprotkan cairan desinfektan untuk membersihkan halte bus di tengah penyebaran wabah virus Corona, di Teheran, Iran 5 Maret 2020. [WANA (Kantor Berita Asia Barat) / Nazanin Tabatabaee via REUTERS]
Republik Islam Iran secara resmi mengakui kasus pertama yang dikonfirmasi dari infeksi virus Corona COVID-19 pada 19 Februari 2020 di Qom.
Pada 9 Maret 2020, Iran memiliki jumlah kematian COVID-19 tertinggi ketiga setelah Cina dan Italia, dan tertinggi di Asia Barat.
Pejabat Organisasi Kesehatan Dunia menggambarkan wabah virus Corona atau COVID-19 di Iran sangat mengkhawatirkan.
Otoritas Iran telah melakukan upaya menghambat penyebaran virus, termasuk pembatasan ruang publik dan pembatalan salat Jumat.
Dikutip dari kantor berita Tasnim, Kepala Departemen Medis Angkatan Darat Iran pada Selasa mengumumkan seluruh 28 rumah sakit Angkatan Darat di Iran akan membantu Departemen Kesehatan dalam perawatan pasien virus Corona.
Jumlah orang yang dites positif untuk virus Corona di Iran melebihi 8.000 pada hari Selasa setelah mendeteksi 881 kasus baru, menurut Tasnim. Sementara itu, lebih dari 2.700 pasien virus Corona Iran telah pulih dan dipulangkan dari rumah sakit.