TEMPO.CO, Jakarta - Ketegangan di Idlib, Suriah mereda setelah Rusia dan Turki sepakat untuk melakukan gencatan senjata. Menurut sejumlah penduduk dan kombatan yang berada di garis depan Idlib, suara-suara artileri Turki ataupun desingan drone Rusia tak lagi terdengar sejak Jumat dini hari.
"Beberapa jam pertama, kami melihat ketenangan dari segala pihak yang terlibat (perang di Suriah)," ujar Ibrahim Al-idlibi, salah satu tokoh oposisi di Suriah ketika menemui kelompok pemberontak, sebagimana dikutip dari Reuters. Jumat, 6 Maret 2020.
Al-idlibi mengaku pesimistis gencatan senjata itu berlangsung lama. Berkaca pada gencatan-gencatan senjata sebelumnya, periode tenang tersebut umumnya hanya seumur jagung.
Selain itu, sejauh yang ia lihat, rasa tegang masih terasa di antara pihak yang berperang walaupun mereka tidak saling serang. Satu saja tanpa sengaja atau sengaja melakukan serangan, menurut Al-Idlibi, gencatan senjata akan usai. "Ini gencatan senjata yang sangat rapuh," ujar Al-Idlibi.
Semnentara itu, Ahmad Rahhal, mantan jenderal Suriah yang membelot ke kelompok pemberontak, mengaku kecewa dengan gencatan senjata yang terjadi. Sebab, kesepakatan gencatan senjata itu tidak diikuti dengan kesepakatan yang jelas tentang zona aman. Padahal, kata Rahhal, hal tersebut juga penting.
Rahhal menjelaskan, zona aman diperlukan untuk memastikan para pengungsi bisa aman dari serangan apabila gencatan senjata gagal. Selain itu, juga untuk memastikan mereka bisa kembali ke rumah masing-masing tanpa harus terlibat dalam peperangan yang terjadi.
"Tidak ada satupun yang menyinggung soal zona aman ataupun area untuk mundur. Jadi, kemana para pengungsi bisa pergi? Jelas mereka tidak akan mau kembali ke zona rezim," ujar Rahhal.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, pada hari Kamis kemarin, Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan sepakat untuk melakukan gencatan senjata. Hal tersebut untuk meredakan ketegangan di Suriah yang memakan banyak korban.
Dalam peperangan di Suriah, Rusia dan Turki memang mendukung pihak-pihak yang berselisih. Rusia mendukung Presiden Bashar al-Assad dan Turki mendukung beberapa kelompok pemberontak. Walhasil, ketika kedua pihak berperang, Rusia dan Turki ikut terjun ke medan pertempuran.
Adapun gencatan senjata terbaru diambil usai serangan Rusia di Idlib, Suriah. Rusia berdalih Turki telah melanggar hukum intrnasional dengan mengerahkan banyak pasukan militer ke Idlib. Sementara itu, mengutip Reuters, Turki mengarahkan pasukan ke Idlib untuk menahan kemajuan rezim Assad serta mencegah pengungsi di perbatasan selatan.
ISTMAN MP | REUTERS