TEMPO.CO, Jakarta - Tetangga Hindu menyelamatkan satu keluarga Muslim dari amuk masa ketika kerusuhan konflik Hindu Muslim India terkait Undang-undang Kewarganegaraan India yang baru diamendemen.
Pada hari Minggu malam, Safina bergidik ketakutan ketika mendengar ada yang menggedor pintu. Suasana dipenuhi dengan ketegangan setelah pelemparan batu antara dua kelompok di wilayah tersebut.
Keluarga itu terdiri dari Safina (nama samaran), suaminya yang lumpuh sebagian dan dua putri. Mereka adalah satu-satunya keluarga Muslim di Madhuban Mohammad dari wilayah Ghonda Utara di timur laut Delhi.
Ketika gedoran di rumah Safina berhenti, muncul suara orang-orang yang berbicara dengan keras datang.
"Saya mengintip dari jendela kecil dekat dapur dan melihat tetangga kami berdiri di luar pintu masuk kami dan berdebat dengan 10-15 orang yang tidak dikenal," kata Safina kepada ANI, dikutip dari Gulfnews, 1 Maret 2020.
Itu adalah hari pertama kekerasan komunal India, terburuk dalam beberapa dasawarsa terakhir, yang menyebar ke seluruh utara-timur Delhi selama tiga hari berikutnya dan merenggut setidaknya 42 nyawa, melukai 200 orang lebih, dan banyak harta benda hancur. Korban tewas dikhawatirkan akan naik.
Keluarga Safina pindah ke salah satu rumah tetangga Hindu mereka pada malam hari. Ada sekitar 30 rumah tangga Hindu di mohalla (distrik) yang terus berjaga-jaga saat suasana memburuk.
Keesokan harinya, kekerasan meningkat. Para tetangga memutuskan untuk memindahkan keluarga Safina ke Gautampuri demi keselamatan mereka.
"Tetangga kami meyakinkan kami bahwa mereka ada bersama kami, tetapi karena keadaan semakin memburuk, mereka mengatakan mereka tidak akan bisa melindungi kami jika ratusan massa datang. Mereka menyarankan kami untuk pindah ke daerah terdekat Gautampuri dan datang kembali hanya setelah semuanya menjadi normal," cerita Safina.
Kelompok pro-Hindu memukuli seorang pria muslim Mohammad Zubair, saat bentrokan menentang undang-undang kewarganegaraan di New Delhi, India, 24 Februari 2020. Sebanyak 17 menigngal dan 150 orang lainnya terluka dalam bentrokan antara umat Hindu dan Muslim. REUTERS/Danish Siddiqui
Rajkumar Bharadwaj, tetangga Hindu Safina, membawa keluarga Safina ke Gautampuri pada dini hari tanggal 25 Februari.
Anil Gupta, 49 tahun, mengatakan, "Sulit untuk menyelamatkan mereka. Kami ditanyai oleh para perusuh mengapa kami menyelamatkan umat Muslim. Tetapi kami harus, orang-orang di negara saya menderita. Entah orang Hindu atau Muslim."
"Anak bungsu mereka yang paling dekat dengan saya. Setelah saya bawa mereka ke sini di Gautampuri, saya merasa lebih baik. Situasi sampai saat itu tidak begitu baik," kata Rajkumar Bharadwaj.
Pada hari Jumat, rutinitas normal kembali muncul di beberapa bagian utara-timur Delhi dengan beberapa orang membuka toko mereka di tengah kehadiran polisi.
Tidak ada insiden kekerasan baru yang dilaporkan sejak Kamis ketika orang-orang yang ketakutan, baik Muslim maupun Hindu, mencoba mengumpulkan kembali kehidupan mereka yang berserakan dalam konflik berdarah.
Sementara itu, pemandangan mengerikan di luar kamar mayat Rumah Sakit GTB, erangan yang menyakitkan di bangsal rumah sakit membakar rumah-rumah dan toko-toko mengingatkan Safina dan yang lainnya tentang apa yang mereka lalu.
Protes itu terjadi hanya sehari sebelum Presiden AS Donald Trump memulai kunjungan dua hari ke India pada 23 Februari, di mana ia diperkirakan akan mengangkat masalah kebebasan beragama di negara itu bersama Perdana Menteri Narendra Modi.
Dikutip dari Reuters, Undang-undang Kewarganegaraan India yang baru diamendemen, yang memudahkan jalan bagi non-Muslim dari negara-negara tetangga mayoritas Muslim untuk mendapatkan kewarganegaraan, telah memicu berminggu-minggu protes keras terhadap pemerintah Modi.
Undang-undang Kewarganegaraan India dilihat oleh lawan sebagai mendiskriminasi umat Islam dan telah memperdalam kekhawatiran bahwa pemerintahan Modi merusak tradisi sekuler India.