TEMPO.CO, New York - Bank Wells Fargo terkena denda sekitar US$3 miliar atau sekitar Rp41 triliun rupiah oleh otoritas federal terkait jutaan rekening palsu yang dibuat di bank itu selama bertahun-tahun.
Kasus ini mulai terungkap empat tahun lalu.
Pembayaran denda itu dilakukan manajemen Wells Fargo kepada kementerian Kehakiman dan Badan Pengawasan Pasar Modal.
“Namun, kesepakatan itu tidak menghilangkan ancaman hukum pidana terhadap pejabat dan pegawai Wells Fargo saat ini dan yang telah pensiun,” begitu dilansir CNN pada Jumat, 21 Februari 2020.
Jaksa penuntut mengecam pengelolaan Wells Fargo atas tindak kriminal berskala besar, dan durasi yang lama di salah satu bank terbesar dan berpengaruh di AS itu.
Sebagai bagian dari kesepakatan itu, manajemen Wells Fargo mengakui telah memalsukan catatan bank, merugikan peringkat kredit pelanggan, menyalah-gunakan informasi pribadi, dan secara keliru mengumpulkan jutaan dolar biaya dan bunga.
“Pengumuman hari ini menjadi peringatan kuat bahwa tidak ada institusi terlalu besar, terlalu kuat, atau terlalu terkenal yang tidak dimintai pertanggung-jawaban atau menghadapi tindakan penegakan hukum atas kesalahan yang dilakukan,” kata Andrew Murray, jaksa penuntut Amerika untuk Distrik Barat Carolina Utara.
Penyelesaian ini terfokus pada skandal rekening palsu di Wells Fargo. Namun, cakupan penyelesaian ini tidak menyangkut kesalahan dalam memperlakukan pegawai, para peminjam, para pembeli rumah, dan pelanggan lainnya di bank itu.
Otoritas mengatakan investigasi kriminal terhadap catatan rekening palsu dan pencurian identitas di Wells Fargo ini dibuat dengan kesepakatan jaksa penuntut tidak akan menuntut Wells Fargo selama tiga tahun.
“Selama, perusahaan ini mengikuti persyaratan tertentu, termasuk bersikap kooperatif dengan investigasi pemerintah lebih lanjut,” begitu pengumuman pemerintah.
Dalam pernyataannya, CEO Wells Fargo, Charlie Scharf, mengatakan praktek yang terjadi merupakan pelanggaran dan tidak sesuai dengan nilai inti perusahaan.
“Para pelanggan, pemegang saham, dan pegawai layak mendapat kepemimpinan lebih baik dari perusahaan ini,” kata Scharf, yang baru memimpin bank pada September 2019.