TEMPO.CO, Jakarta - Pergolakan batin dialami oleh Qu Lianlian, kepala perawat di unit perawatan intensif (ICU) Rumah Sakit Union Wuhan, Cina, yang belum bisa bertemu dengan dua anaknya karena bekerja merawat pasien virus Corona. Salah satu anak Qu masih balita.
Sejak dua pekan lalu, Qu dan suaminya Cheng Yifeng, yang bekerja sebagai dokter bedah di rumah sakit yang sama dengannya, belum sempat pulang ke rumah untuk melihat anak -anak mereka. Keduanya bekerja di lini utama yang harus selalu siaga untuk menangani pasien yang datang setiap harinya.
"Kami harus melakukan tanggung jawab utama sebagai petugas medis. Kami tidak bisa menyerah karena pasien sangat membutuhkan pertolongan. Kami harus tetap kuat dalam situasi saat ini," ungkap Qu dalam sebuah wawancara dengan media.
Namun, sebagai seorang ibu yang sedang menyusui, Qu hanya dapat berkeluh-kesah dengan suaminya. Ia tak bisa menutupi kesedihan karena tidak bisa menyusui bayinya yang baru berusia tiga bulan. Belum lagi rasa rindu terhadap putranya yang tertua, dimana mereka sejauh ini hanya bisa melakukan kontak melalui WeChat.
Setiap hari setelah mereka kembali ke asrama rumah sakit, Qu dan Cheng meluangkan waktu berbicara dengan orang tua mereka melalui telepon, berbicara tentang anak-anak mereka dan memberi tahu bahwa ia dan suami sehat dan aman. Menurut Qu, di rumah sakitnya, ada banyak pasangan lain yang juga bekerja di lini utaman dalam upaya melawan virus Corona.
"Kami tidak sendirian. Kami didukung oleh orang-orang dari seluruh negeri, dan kami yakin dapat menangani wabah mematikan itu hingga semuanya berakhir," kata Qu
Lebih dari 25 ribu pekerja medis dari sejumlah rumah sakit di Cina telah bergabung mendukung tim kesehatan di Ibu Kota Wuhan dan wilayah provinsi Hubei lainnya. Virus corona atau COVID-19 bersifat menular dan sangat mematikan.
SAFIRA ANDINI | ASIAONE