TEMPO.CO, Jakarta - Harga minyak dunia turun pada hari Selasa mengikuti kerugian di pasar keuangan karena kekhawatiran atas dampak ekonomi dari wabah virus Corona di Cina dan pengaruhnya terhadap permintaan minyak.
Menurut laporan Reuters, 18 Februari 2020, minyak mentah Brent LCOc1 berada di kisaran US$ 57,07 (Rp 781.507) per barel, turun 60 sen, atau 1%, sementara minyak mentah West Texas Intermediate CLc1 turun 38 sen, atau 0,7% menjadi US$ 51,67 (Rp 707.560) per barel.
"Harga minyak tetap berat karena pedagang energi mungkin terlalu optimis terhadap dampak permintaan minyak mentah dari virus Corona, dan dalam memudarnya optimisme bahwa OPEC+ akan mengalami penurunan produksi yang lebih dalam pada bulan Maret," kata Edward Moya, analis pasar senior di OANDA .
"Optimisme bahwa Cina akan melihat kembali normalisasi dalam perjalanan dan perdagangan kuartal berikutnya mungkin salah...Belahan dunia lain sedang berhati-hati terhadap virus yang menyebar dan itu tidak akan membantu prospek permintaan minyak mentah."
Saham berjangka AS tergelincir dari level rekor pada hari Selasa setelah Apple, perusahaan paling berharga di Amerika Serikat, mengatakan tidak akan memenuhi pedoman pendapatan untuk kuartal Maret karena wabah virus Corona memperlambat produksi dan melemahkan permintaan di Cina.
Menurut Financial Times, lemahnya permintaan bahan baku di Cina telah menyebabkan minyak mentah Brent, patokan internasional, turun lebih dari 10 persen dalam waktu kurang dari sebulan menjadi sekitar US$ 57 (Rp 780.548) per barel. Ini juga telah mendorong suku bunga untuk supertanker pembawa minyak turun tiga perempat menjadi sekitar US$ 23.000 (Rp 315 juta) sehari.
Harga pasar spot untuk minyak turun begitu tajam pada Februari sehingga menjadi lebih murah daripada kontrak untuk pengiriman dalam waktu enam bulan, sebuah fenomena yang dikenal sebagai "contango" yang biasanya menunjukkan pasar yang kelebihan pasokan.
Pedagang sekarang lebih tertarik pada transfer antar-kapal, memindahkan minyak dari kapal tanker yang disewa dengan harga tinggi ke yang lebih murah.
Jumlah infeksi coronavirus baru di daratan Cina turun di bawah 2.000 pada hari Selasa untuk pertama kalinya sejak Januari, kata para pejabat kesehatan Cina, meskipun para ahli global memperingatkan masih terlalu dini untuk mengatakan wabah itu sedang meredup.
Badan Energi Internasional (IEA) mengatakan pekan lalu virus itu akan menyebabkan permintaan minyak turun 435.000 barel per hari (bph) tahun ke tahun di kuartal pertama, dalam apa yang akan menjadi penurunan kuartal pertama sejak krisis keuangan di 2009.
Namun, dengan beberapa kilang independen Cina mengambil pasokan minyak mentah setelah absen dari pasar selama berminggu-minggu, para pedagang yakin bahwa permintaan Cina dapat pulih dalam beberapa bulan mendatang.
Investor juga mengantisipasi bahwa Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya, termasuk Rusia, akan menyetujui proposal untuk memperdalam pengurangan produksi untuk memperketat pasokan global dan mendukung harga.
Grup, yang dikenal sebagai OPEC+, memiliki perjanjian untuk memangkas produksi minyak sebesar 1,7 juta barel per hari hingga akhir Maret.
Produksi minyak dari Libya telah turun tajam sejak 18 Januari karena blokade pelabuhan dan ladang minyak oleh kelompok-kelompok Jenderal Khalifa Haftar.
Perusahaan minyak nasional Libya, NOC, mengatakan pada hari Senin bahwa produksi minyak berada di 135.745 barel per hari pada hari Senin, dibandingkan dengan 1,2 juta barel per hari sebelum penghentian.